Vasudeva Khresna
“Apabila Anda menjadikan Krishna
sais Kereta Kehidupan Anda, Anda tidak akan pernah mengalami kegagalan.
Saat ini, kita menempatkan Nafsu Berahi, Keserakahan, Keangkuhan, dan
lain sebagainya, pada posisi sais. Itu sebabnya kita mengalami
kegagalan, kekalahan. Apabila Anda menempatkan Akal Sehat dan Pikiran
Jernih pada posisi sais, hidup Anda akan berubah menjadi suatu lagu yang
indah. Anda akan menikmatinyadan mereka yang mendengar pun akan ikut
menikmatinya. Hidup Anda dapat menjadi suatu Perayaan.”
Paman Shakuni berkata kepada Duryudana,
Putra Mahkota Raja Hastina bahwa Vasudeva Krishna adalah wujud manusia
yang paling cerdas dari Ras Arya. Dia tidak dapat dibeli, dan menurut
Shakuni, Vasudeva Krishna bahkan lebih licik daripada dirinya sendiri.
Betulkah Krishna “licik”? Sepengetahuan kami, Krishna hanya bertindak berdasar dharma, kita perlu mempertimbangkan apakah kita lebih memilih tindakan yang polos tetapi dharma ditaklukkan, sehingga umat manusia menderita berkepanjangan? Tugas Krishna di dunia adalah menegakkan dharma di dunia, kala adharma merajalela. Untuk mengalahkan Rsi Drona, Krishna memberi nasehat pada Yudisthira, ingin dharma tegak dengan menyatakan Asvatthama mati atau tidak menipu tapi dharma dikalahkan? Karena Drona hanya bisa kalah bila mendengar putra kesayangannya Asvatthama menderita. Untuk mengalahkan Bhisma, Krishna memberi nasehat agar Srikandi berada di depan Arjuna, karena Bhisma tidak akan melawan perempuan.
Bagi Krishna perang itu bukanlah antara dua belah pihak berseteru. Perang itu bukanlah antara Pandava dan Kaurava. Perang itu antara Dharma dan Adharma, antara Kebijakan dan Kebatilan. Dalam diri Shakuni sebenarnya mengakui bahwa dirinya licik dan mau menang sendiri, oleh karena itu Shakuni bergetar kala dipanggil “Paman Shakuni” oleh Krishna, karena demi Dharma, Raja Kamsa, paman Krishna sendiri pun dibinasakan olehnya. Draupadi Menolak Karna ikut “Svayamvara”
“Dharma tidak selalu ‘menyenangkan’ sebagaimana kita mengartikan kata ‘kesenangan’. Ia adalah ketepatan. Kita masih ingat tutur Sri Krishna dalam Bhagavad Gita, ‘Ada yang menyenangkan atau Preya, dan ada yang memuliakan atau Shreya.’ Dharma adalah sesuatu yang memuliakan. Sesuatu yang menyenangkan tidak selalu memuliakan. Tetapi, sesuatu yang memuliakan sudah pasti menyenangkan pula, walau di awalnya tidak terasa demikian. Sesuatu yang menyenangkan pada awalnya memang terasa manis, tetapi akhirnya terasa pahit. Sebaliknya, sesuatu yang memuliakan, awalnya barangkali terasa pahit – akhirnya manis. Dharma adalah sesuatu yang memuliakan. .
Draupadi berada pada situasi yang sulit. Arjuna yang ditunggunya untuk memenangkan “Svayamvara”/Sayembara untuk mempersunting putri raja tidak nampak, sedangkan Karna nampaknya akan dapat memenangkan sayembara. Akan tetapi Krishna berkata kepada Drupada ayahandanya, dan nampaknya dimaksudkan agar dia dapat mendengarnya. “Hanya dua orang yang dapat memenangkan sayembara yaitu Arjuna dan Karna. Tapi bila Draupadi tidak suka menjadi istri Karna maka dia dapat menolaknya. Semuanya tergantung Draupadi!”
Dikisahkan sebagaimana pemirsa melihat di Serial Mahabharata di AN Teve, Karna akan mewakili sahabatnya Duryudana ikut lomba, dengan alasan tradisi bahwa Bhisma pun pernah mengikuti Sayembara untuk saudaranya, akan tetapi hal tersebut ditolak oleh Raja Drupada yang mengatakan bahwa hal tersebut adalah tradisi Hastina bukan Panchala. Baginya keputusan putrinya akan dipatuhinya. Selanjutnya Duryudana mengatakan bahwa Karna sebagai Raja Angga bisa mewakili dirinya sendiri mengikuti Sayembara.
Karna bisa mengangkat busur Shiva dan sedang membidik ke atas dengan memperhatikan air kolam yang di bawah. Draupadi melakoni nasehat Krishna dan berteriak, “Berhenti! Aku tidak mau menjadi istri putra kusir.” Karna sangat marah, mengutuk Draupadi yang membeda-bedakan peserta Sayembara menurut kasta. Akan tetapi Karna, meletakkan busur dan kembali ke tempat duduk.
Dalam hati Draupadi hanya ada Arjuna, dan resiko dikutuk pun diterima dengan penuh kesadaran, apalagi Draupadi sangat percaya terhadap Krishna. Mengikuti nasehat Krishna akan keluar dari masalah sepelik apa pun.
Masalah bertambah besar kala Duryudana menyatakan bahwa Draupadi telah mempermalukan para Pangeran dan Raja yang mengikuti Sayembara dan berniat mematahkan busur. Akan tetapi busur tersebut tidak dapat dipatahkannya bahkanbusur tersebut telah menyebabkan telapak tangan Duryudana terluka, dan busur tersebut terbang dan kembali ke tempat semula. Duryudana semakin malu dan bertambah marah serta mengatakan akan menunggu sampai ada peserta yang dapat memenangkan Sayembara. Bagaimana bila tidak ada yang memenangkan Sayembara?
Betulkah Krishna “licik”? Sepengetahuan kami, Krishna hanya bertindak berdasar dharma, kita perlu mempertimbangkan apakah kita lebih memilih tindakan yang polos tetapi dharma ditaklukkan, sehingga umat manusia menderita berkepanjangan? Tugas Krishna di dunia adalah menegakkan dharma di dunia, kala adharma merajalela. Untuk mengalahkan Rsi Drona, Krishna memberi nasehat pada Yudisthira, ingin dharma tegak dengan menyatakan Asvatthama mati atau tidak menipu tapi dharma dikalahkan? Karena Drona hanya bisa kalah bila mendengar putra kesayangannya Asvatthama menderita. Untuk mengalahkan Bhisma, Krishna memberi nasehat agar Srikandi berada di depan Arjuna, karena Bhisma tidak akan melawan perempuan.
Bagi Krishna perang itu bukanlah antara dua belah pihak berseteru. Perang itu bukanlah antara Pandava dan Kaurava. Perang itu antara Dharma dan Adharma, antara Kebijakan dan Kebatilan. Dalam diri Shakuni sebenarnya mengakui bahwa dirinya licik dan mau menang sendiri, oleh karena itu Shakuni bergetar kala dipanggil “Paman Shakuni” oleh Krishna, karena demi Dharma, Raja Kamsa, paman Krishna sendiri pun dibinasakan olehnya. Draupadi Menolak Karna ikut “Svayamvara”
“Dharma tidak selalu ‘menyenangkan’ sebagaimana kita mengartikan kata ‘kesenangan’. Ia adalah ketepatan. Kita masih ingat tutur Sri Krishna dalam Bhagavad Gita, ‘Ada yang menyenangkan atau Preya, dan ada yang memuliakan atau Shreya.’ Dharma adalah sesuatu yang memuliakan. Sesuatu yang menyenangkan tidak selalu memuliakan. Tetapi, sesuatu yang memuliakan sudah pasti menyenangkan pula, walau di awalnya tidak terasa demikian. Sesuatu yang menyenangkan pada awalnya memang terasa manis, tetapi akhirnya terasa pahit. Sebaliknya, sesuatu yang memuliakan, awalnya barangkali terasa pahit – akhirnya manis. Dharma adalah sesuatu yang memuliakan. .
Draupadi berada pada situasi yang sulit. Arjuna yang ditunggunya untuk memenangkan “Svayamvara”/Sayembara untuk mempersunting putri raja tidak nampak, sedangkan Karna nampaknya akan dapat memenangkan sayembara. Akan tetapi Krishna berkata kepada Drupada ayahandanya, dan nampaknya dimaksudkan agar dia dapat mendengarnya. “Hanya dua orang yang dapat memenangkan sayembara yaitu Arjuna dan Karna. Tapi bila Draupadi tidak suka menjadi istri Karna maka dia dapat menolaknya. Semuanya tergantung Draupadi!”
Dikisahkan sebagaimana pemirsa melihat di Serial Mahabharata di AN Teve, Karna akan mewakili sahabatnya Duryudana ikut lomba, dengan alasan tradisi bahwa Bhisma pun pernah mengikuti Sayembara untuk saudaranya, akan tetapi hal tersebut ditolak oleh Raja Drupada yang mengatakan bahwa hal tersebut adalah tradisi Hastina bukan Panchala. Baginya keputusan putrinya akan dipatuhinya. Selanjutnya Duryudana mengatakan bahwa Karna sebagai Raja Angga bisa mewakili dirinya sendiri mengikuti Sayembara.
Karna bisa mengangkat busur Shiva dan sedang membidik ke atas dengan memperhatikan air kolam yang di bawah. Draupadi melakoni nasehat Krishna dan berteriak, “Berhenti! Aku tidak mau menjadi istri putra kusir.” Karna sangat marah, mengutuk Draupadi yang membeda-bedakan peserta Sayembara menurut kasta. Akan tetapi Karna, meletakkan busur dan kembali ke tempat duduk.
Dalam hati Draupadi hanya ada Arjuna, dan resiko dikutuk pun diterima dengan penuh kesadaran, apalagi Draupadi sangat percaya terhadap Krishna. Mengikuti nasehat Krishna akan keluar dari masalah sepelik apa pun.
Masalah bertambah besar kala Duryudana menyatakan bahwa Draupadi telah mempermalukan para Pangeran dan Raja yang mengikuti Sayembara dan berniat mematahkan busur. Akan tetapi busur tersebut tidak dapat dipatahkannya bahkanbusur tersebut telah menyebabkan telapak tangan Duryudana terluka, dan busur tersebut terbang dan kembali ke tempat semula. Duryudana semakin malu dan bertambah marah serta mengatakan akan menunggu sampai ada peserta yang dapat memenangkan Sayembara. Bagaimana bila tidak ada yang memenangkan Sayembara?
Krishna mengingatkan Arjuna
“Dharma atau kebajikan. Kebajikan adalah ketepatan bertindak. Kebajikan juga berarti kebaikan dalam arti kata seluas-luasnya. Meraih pendidikan yang baik dan tepat adalah juga dharma. Menjalankan tugas kewajiban kita dengan baik dan tepat adalah juga dharma. Menjalani hidup ini demi kebaikan adalah juga dharma. Ketepatan dalam hal berpikir dan berperasaan adalah juga dharma. Dharma adalah kemanusiaan dalam diri manusia. Dharma adalah kesadaran berperikemanusiaan. Bagi seorang prajurit, membunuh musuh di medan perang adalah dharma. Bagi seorang rohaniwan, dharma adalah memaafkan seorang penjahat, sekalipun ia telah berlaku keji dan membunuh. Bagi seorang pengusaha, dharma adalah membantu memutarkan roda ekonomi, bukan hanya mencari uang untuk diri sendiri. Dan, bagi seorang pekerja, dharma adalah melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Setiap orang dituntut untuk menjalankan dharmanya sendiri, atau swadharma melaksanakan tugas kewajibannya seusai dengan kemampuannya.” (Krishna, Anand. (2007). Life Workbook Melangkah dalam Pencerahan, Kendala dalam Perjalanan, dan Cara Mengatasinya.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)
Hati Draupadi gundah, gelisah, Arjuna belum nampak juga, akan tetapi Krishna hanya tersenyum, sehingga Draupadi menjadi tenang kembali. Pandawa yang menyamar sebagai para brahmana sebenarnya sudah meninggalkan kota, kala bertemu seorang brahmana yang lumpuh yang ingin datang ke istana. Pandawa tidak tega dan akhirnya Bhima menggendong sang brahmana ke kota dan melihat Sayembara. Atas nasehat Krishna, Drupada mengumumkan bahwa para Brahmana pun boleh ikut Sayembara.
Melihat banyaknya ksatria Kaurava dan beberapa raja lainnya, Pandawa takut penyamarannya terbuka, kemudian Pandawa memutuskan meninggalkan tempat Sayembara. Tiba-tiba Krishna dari atas panggung menghentikan mereka dengan teriakannya. “Apa gunanya punya ilmu yang berharga, bila melihat orang yang sedang kesusahan diam saja. Untuk apa ilmunya bila tidak untuk dimanfaatkan demi dharma?” Draupadi dan ayahandanya Raja Drupada sedang berada dalam posisi sulit, karena Duryudana telah meminta Sayembara diteruskan sampai ada pemenangnya. Bagaimana pun sampai saat itu tak ada seorang pun yang mampu memenangkan Sayembara.
Tidak ada segores pun rasa bersalah Arjuna sewaktu menaklukkan Raja Drupada, sebagai Gurudaksina (persembahan seorang murid pada Gurunya) kepada Drona. Kekalahan Drupada telah mengakibatkan kerajaannya separoh diambil Drona dan dia sangat dipermalukan. Krishna mengetahui segalanya, bahwa membantu Drupada, Arjuna akan menyelesaikan utang perbuatannya.
Mendengar kata-kata Krishna, Arjuna tersentuh, dia menimbang-nimbang bahwa sebelumnya seorang brahmana yang lumpuh pun dibantu agar dapat menghadiri acara Sayembara. Mengapa Raja Drupada dan Draupadi yang sedang memperoleh masalah besar tidak dibantunya? Mengapa dia membiarkan Duryudana yang jahat dan Shakuni yang licik mempermalukan Draupadi dan Raja Drupada?
Kata-kata Krishna merasuk dalam diri Arjuna dan kemudian Arjuna masuk arena, dapat mengangkat busur dan membidik sasarannya. Arjuna memenangkan Sayembara.
“Dharma atau kebajikan. Kebajikan adalah ketepatan bertindak. Kebajikan juga berarti kebaikan dalam arti kata seluas-luasnya. Meraih pendidikan yang baik dan tepat adalah juga dharma. Menjalankan tugas kewajiban kita dengan baik dan tepat adalah juga dharma. Menjalani hidup ini demi kebaikan adalah juga dharma. Ketepatan dalam hal berpikir dan berperasaan adalah juga dharma. Dharma adalah kemanusiaan dalam diri manusia. Dharma adalah kesadaran berperikemanusiaan. Bagi seorang prajurit, membunuh musuh di medan perang adalah dharma. Bagi seorang rohaniwan, dharma adalah memaafkan seorang penjahat, sekalipun ia telah berlaku keji dan membunuh. Bagi seorang pengusaha, dharma adalah membantu memutarkan roda ekonomi, bukan hanya mencari uang untuk diri sendiri. Dan, bagi seorang pekerja, dharma adalah melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Setiap orang dituntut untuk menjalankan dharmanya sendiri, atau swadharma melaksanakan tugas kewajibannya seusai dengan kemampuannya.” (Krishna, Anand. (2007). Life Workbook Melangkah dalam Pencerahan, Kendala dalam Perjalanan, dan Cara Mengatasinya.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)
Hati Draupadi gundah, gelisah, Arjuna belum nampak juga, akan tetapi Krishna hanya tersenyum, sehingga Draupadi menjadi tenang kembali. Pandawa yang menyamar sebagai para brahmana sebenarnya sudah meninggalkan kota, kala bertemu seorang brahmana yang lumpuh yang ingin datang ke istana. Pandawa tidak tega dan akhirnya Bhima menggendong sang brahmana ke kota dan melihat Sayembara. Atas nasehat Krishna, Drupada mengumumkan bahwa para Brahmana pun boleh ikut Sayembara.
Melihat banyaknya ksatria Kaurava dan beberapa raja lainnya, Pandawa takut penyamarannya terbuka, kemudian Pandawa memutuskan meninggalkan tempat Sayembara. Tiba-tiba Krishna dari atas panggung menghentikan mereka dengan teriakannya. “Apa gunanya punya ilmu yang berharga, bila melihat orang yang sedang kesusahan diam saja. Untuk apa ilmunya bila tidak untuk dimanfaatkan demi dharma?” Draupadi dan ayahandanya Raja Drupada sedang berada dalam posisi sulit, karena Duryudana telah meminta Sayembara diteruskan sampai ada pemenangnya. Bagaimana pun sampai saat itu tak ada seorang pun yang mampu memenangkan Sayembara.
Tidak ada segores pun rasa bersalah Arjuna sewaktu menaklukkan Raja Drupada, sebagai Gurudaksina (persembahan seorang murid pada Gurunya) kepada Drona. Kekalahan Drupada telah mengakibatkan kerajaannya separoh diambil Drona dan dia sangat dipermalukan. Krishna mengetahui segalanya, bahwa membantu Drupada, Arjuna akan menyelesaikan utang perbuatannya.
Mendengar kata-kata Krishna, Arjuna tersentuh, dia menimbang-nimbang bahwa sebelumnya seorang brahmana yang lumpuh pun dibantu agar dapat menghadiri acara Sayembara. Mengapa Raja Drupada dan Draupadi yang sedang memperoleh masalah besar tidak dibantunya? Mengapa dia membiarkan Duryudana yang jahat dan Shakuni yang licik mempermalukan Draupadi dan Raja Drupada?
Kata-kata Krishna merasuk dalam diri Arjuna dan kemudian Arjuna masuk arena, dapat mengangkat busur dan membidik sasarannya. Arjuna memenangkan Sayembara.
Sri Krishna dalam diri Manusia
Sifat pikiran adalah tidak pernah tenang, setiap pilihan selalu saja ada resiko yang membuat gelisah. Pikiran selalu berada dalam keraguan. Adalah hati nurani, intuisi yang membuat pilihan mantap. Hati nurani, intuisi, integensia melampaui pikiran. Dalam Kitab Bhagavad Gita, Arjuna yang gelisah memperoleh pencerahan dari Sri Krishna. Bagi Arjuna, Sri Krishna adalah hati nurani yang mewujud sebagai pemandu dirinya. Sri Krishna adalah Guru Sejati dalam diri yang mewujud untuk membimbing perjalanan hidupnya.
Gelisah itu sangat manusiawi, Arjuna menghadapi hal serupa di tengah pasukan yang akan bertempur di medan Kurukshetra. Bukan hanya Arjuna, kita semua pernah mengalami kegelisahan serupa. Para leluhur selalu membayangkan perang bharatayudha terjadi di dalam diri. Arjuna dan Sri Krishna pun berada dalam diri. Menghadapi masalah yang sulit dipecahkan pikiran, maka Arjuna bertanya kepada Sri Krishna, pikiran jernih atau kesadaran atau Gusti atau apa pun istilahnya, yang bersemayam di dalam diri. Bila ragu, bila bimbang, bila gelisah tanyalah kepada Sri Krishna yang bersemayam dalam diri. Dialah Sang Mahaguru Sejati. Setelah berpikir dengan jernih mencari solusi, serahkan semuanya kepada Gusti. Apa pun yang akan terjadi, semuanya pasti demi kebaikan diri. Dengan demikian, dalam pengambilan keputusan tak ada kebimbangan lagi.
Sifat pikiran adalah tidak pernah tenang, setiap pilihan selalu saja ada resiko yang membuat gelisah. Pikiran selalu berada dalam keraguan. Adalah hati nurani, intuisi yang membuat pilihan mantap. Hati nurani, intuisi, integensia melampaui pikiran. Dalam Kitab Bhagavad Gita, Arjuna yang gelisah memperoleh pencerahan dari Sri Krishna. Bagi Arjuna, Sri Krishna adalah hati nurani yang mewujud sebagai pemandu dirinya. Sri Krishna adalah Guru Sejati dalam diri yang mewujud untuk membimbing perjalanan hidupnya.
Gelisah itu sangat manusiawi, Arjuna menghadapi hal serupa di tengah pasukan yang akan bertempur di medan Kurukshetra. Bukan hanya Arjuna, kita semua pernah mengalami kegelisahan serupa. Para leluhur selalu membayangkan perang bharatayudha terjadi di dalam diri. Arjuna dan Sri Krishna pun berada dalam diri. Menghadapi masalah yang sulit dipecahkan pikiran, maka Arjuna bertanya kepada Sri Krishna, pikiran jernih atau kesadaran atau Gusti atau apa pun istilahnya, yang bersemayam di dalam diri. Bila ragu, bila bimbang, bila gelisah tanyalah kepada Sri Krishna yang bersemayam dalam diri. Dialah Sang Mahaguru Sejati. Setelah berpikir dengan jernih mencari solusi, serahkan semuanya kepada Gusti. Apa pun yang akan terjadi, semuanya pasti demi kebaikan diri. Dengan demikian, dalam pengambilan keputusan tak ada kebimbangan lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar