Kerajaan Kuru
Dalam sastra dan wiracarita India Kuno, Kerajaan Kuru merupakan
kerajaan yang diperintah oleh Wangsa Kuru, keturunan Sang Kuru. Tidak
diketahui dengan pasti kapan kerajaan ini berdiri, dan hingga sekarang
dikenal sebagai legenda dalam wiracarita India, seperti misalnya
Mahabharata. Kerajaan Kuru yang lain berada di utara Himalaya, dan
disebut Uttara Kuru. Menurut sastra Hindu, Kerajaan Kuru terbentang di
antara sungai Saraswati dan sungai Gangga. Salah satu kitab yang
dijadikan sumber keberadaan kerajaan Kuru adalah Mahabharata, dan tokoh
utama yang diceritakan dalam kitab tersebut merupakan keturunan Kuru.
Menurut Mahabharata, pada masa pemerintahan Raja Dretarastra, Kerajaan
tersebut terbagi menjadi dua bagian, yaitu Kurujangala dan Kuru asli.
Peta India pada masa kebudayaan Weda. Kerajaan Kuru tampak di utara bersama beberapa kerajaan tetangga yang utama
Peta 16 Mahajanapada (Kerajaan besar) pada masa India Kuno, sekitar
abad VII-III SM. Kerajaan Kuru termasuk dalam salah satu Mahajanapada.
Peta kerajaan pada zaman India kuno. Kerajaan Kuru, Kuru Panchala, dan Kuru Utara terletak di wilayah utara.
Kurujangala
Kerajaan Kurujanggala, yang merupakan pecahan dari kerajaan Kuru asli,
diperintah oleh Yudistira, saudara tertua dari para Pandawa, keturunan
Pandu. Kerajaan ini diserahkan kepada para Pandawa karena adanya
perselisihan di antara para putera Pandu (Pandawa) dengan para putera
Dretarastra (Korawa). Perselisihan pecah sehingga kerajaan Kuru dibagi
menjadi dua. Letak Kurujanggala di antara sungai Gangga dan sungai
Yamuna. Ibukota kerajaan ini adalah Indraprastha, yang di masa sekarang
merupakan sebuah kota kecil bernama Indraprast, di sebelah selatan New
Delhi. Di peta India pada masa kini, wilayah kerajaan tersebut kira-kira
mencakup seluas negara bagian Haryana.
Kuru asli
Kerajaan Kuru yang asli berada dibawah pemerintahan Duryodana, putera
sulung Dretarastra. Letaknya di sebelah timur Kerajaan Kurujanggala yang
dipimpin oleh para Pandawa, yakni di antara sungai Gangga dan sungai
Yamuna. Di peta India masa kini, luas kerajaan ini mencakup Uttara
Pradesh bagian barat, membatasi Haryana. Hastinapura (kini merupakan
kota kecil bernama Hastinapur, 37 km sebelah timur laut dari kota
Meerut, Uttar Pradesh) diidentifikasi sebagai ibukotanya.
Uttara Kuru
Dalam kitab Mahabharata, selain kerajaan Kuru yang diperintah oleh para
Pandawa dan Korawa, terdapat kerajaan Kuru yang lain yang terletak di
sebelah utara Himalaya dan disebut ‘Uttara Kuru’. Beberapa sejarawan
mengidentifikasi kerajaan tersebut sebagai Kirgizstan, republik di Asia
Tengah. Referensi tentang kerajaan tersebut muncul dalam Mahabharata,
pada bagian yang menceritakan kisah Arjuna menaklukkan kerajaan-kerajaan
di penjuru Bharatawarsha untuk mendukung upacara Rajasuya yang
diselenggarakan oleh Raja Yudistira. Mahabharata mendeskripsikan
kerajaan tersebut sebagai wilayah para dewa, dimana penduduknya tidak
terkena dampak dari usia tua dan tidak pernah terkena penyakit.
Deskripsi mengenai kondisi kerajaan Uttara Kuru terdapat dalam kitab
Mahabharata, tepatnya dalam Bhismaparwa (kitab keenam dari seri
Mahabharata), dimana Sanjaya menjelaskan dengan panjang lebar situasi
wilayah di utara gumung Himalaya yang disebut Kuru Utara:
Tepat di sebelah selatan gunung Nila dan di utara gunung Himalaya
terletak sebuah wilayah yang disebut Kuru-Uttara. Di tempat itu bermukim
para Siddha. Pepohonan kayu di sana menghasilkan buah yang manis
rasanya dan pepohonan itu terus menerus berbunga sepanjang tahun.
Bunganya harum dan buahnya terasa manis dan sangat nikmat dimakan.
Beberapa jenis pohon dapat menghasilkan buah menurut kemauan pemetiknya.
Terdapat lagi sejenis pohon yang menghasilkan susu. Pohon-pohon jenis
ini menghasilkan susu dan enam jenis makanan yang rasanya bagaikan
amerta itu sendiri. Dari pohon itu juga dapat dihasilkan berbagai kain
dan dari buahnya dapat dibuat perhiasan. Di seluruh tempat itu dapat
ditemukan pasir yang berwarna keemasan. Terdapat juga dalam suatu
wilayah itu sangat indah keadaan alamnya, karena memancarkan sinar
seperti rubi atau berlian atau permata mulia lapis lazuli dan berbagai
jenis batu permata lainnya. Sepanjang tahun wilayah itu terasa nyaman
dan tidak dapat sepetak pun tanah yang gersang. Danau-danau berkilauan
indah, airnya sejuk nikmat dan jernih bagaikan kristal. Manusia yang
hidup di sana itu turun dari alam para dewa. darahnya murni, dan
berwujud tampan maupun cantik. Di wilayah itu sering lahir anak kembar
lelaki maupun perempuan. Para wanita di sana secantik bidadari. Mereka
meminum susu senikmat amerta yang dihasilkan oleh pepohonan penghasil
susu. Adapun anak kembar yang lahir di sana, menjadi besar dengan sama
cepatnya. Sama-sama cantik, sama-sama kuat dan sakti, dan saling
cinta-mencintai bagaikan sepasang Cakrawaka. Rakyat di sana terbebas
dari penyakit dan selalu gembira.
— Bhismaparwa
Referensi dalam Mahabharata
Kurukshetra, sebuah daratan suci bagi umat Hindu di Haryana, India.
Konon tempat ini didedikasikan untuk Raja Kuru sehingga disebut
Kurukshetra, yang secara harfiah berarti “Medan Kuru” atau “Daratan sang
Kuru”.
Raja Kuru pertama
Dalam Mahabharata disebutkan bahwa para raja Dinasti Kuru merupakan
keturunan Sambarana. Sambarana, seorang yang lahir dalam garis keturunan
Pururawa, menikahi Tapati, dan memiliki seorang putera yang diberi nama
Kuru. Raja Kuru tersebut memiliki sifat kebaikan yang tinggi, maka dari
itu ia dilantik untuk mewarisi tahta kerajaan oleh rakyatnya. Namanya
membuat dataran Kurujanggala menjadi masyur di seluruh dunia. Ia
melakukan tapa di sebuah tempat bernama Kurukshetra dan semenjak itu
tempat tersebut suci dan keramat.
Keturunan Raja Puru
Leluhur Dinasti Kuru adalah Sang Puru. Puru menikah dengan Pausti dan
memiliki tiga putera, yaitu: Prawira, Iswara, dan Rodraswa. Di antara
mereka, Prawira merupakan penerus dinasti. Prawira menikah dengan
Suraseni dan berputera Manasyu. Manasyu menikah dengan Sauwiri dan
memiliki tiga putera bernama Sakta, Sahana, dan Wagmi. Rodraswa menikah
dengan bidadari Misrakesi dan memiliki sepuluh putera. Mereka adalah
Riceyu, Kaksreyu Wrikeyu, Standileyu, Waneyu, Jaleyu, Tejeyu, Satyeyu,
Dharmeyu dan Sanateyu yang kesepuluh.
Di antara mereka semua, Riceyu menjadi penguasa tunggal dan dikenal
dengan nama Anadristi. Anadristi memiliki putera bernama Matinara yang
kemudian menjadi seorang raja terkenal dan bijaksana dan
menyelenggarakan Rajasuya dan Ashwamedha. Matinara memiliki empat
putera, yaitu Tansu, Mahan, Atirata, dan Druhyu. Di antara mereka, Tansu
yang dipilih menjadi penerus keturunan Puru. Tansu memiliki putera
bernama Ilina. Ilina menikah dengan Ratantara dan memiliki lima putera.
Mereka adalah Duswanta, Sura, Bima, Prabasu, dan Basu (Basu dikatakan
sebagai pendiri kerajaan Chedi). Yang sulung di antara mereka adalah
Duswanta, yang kemudian menjadi raja. Dushmanta menikah dengan Sakuntala
dan memiliki putera yang sangat cerdas bernama Bharata, yang kemudian
menjadi raja. Bharata memberikan namanya kepada setiap suku yang ia
dirikan. Dari sanalah dinasti Bharata terkenal tersebar dengan luas.
Bharata memiliki tiga istri dan sembilan putera. Namun di antara mereka
tidak ada yang seperti ayahnya sehingga Bharata tidak senang kepada
mereka. Ibu mereka akhirnya menjadi marah dan membunuh mereka semua.
Kemudian diselenggarakan upacara besar dan atas bantuan Bharadwaja,
lahirlah putera bernama Bumanyu. Kemudian Bharata, keturunan terbesar
Sang Puru, mengangkatnya sebagai anak dan memilihnya sebagai ahli waris.
Bumanyu menikah dengan Puskarini dan memiliki enam putera bernama
Suhotra, Suhotri, Suhawiha, Sujeya, Diwirata dan Kicika. Suhotra menikah
dengan Aikasaki dan memiliki tiga putera bernama Ajamida, Sumida, dan
Purumida. Yang sulung di antara mereka, Ajamida, menjadi pewaris
kerajaan. Ia memiliki enam putera, antara lain Riksa yang lahir dari
Dumini; Dusmanta dan Paramestina lahir dari Nili; Jahnu, Jala dan Rupina
yang lahir dari Kesini.
Percabangan ke Panchala dan Kusika
Semua suku di Panchala diturunkan oleh Dusmanta dan Paramestina, dua putera dari Ajamida, raja Wangsa Puru
Bangsa Kusika (yang memerintah Kerajaan Kanyakubja, wilayah sebelah selatan Panchala) merupakan para putera Jahnu.
Pengasingan sementara leluhur Dinasti Kuru
Pangeran dari Dinasti Bharata bernama Riksa yang lebih tua daripada
Jala dan Rupina menjadi raja dan memiliki putera bernama Sambarana,
penerus tahta kerajaan. Dikisahkan ketika Sambarana berkuasa, banyak
penduduk yang meninggal karena kelaparan, penyakit pes, kekeringan, dan
wabah. Kemudian kerajaannya mendapat serbuan dari Kerajaan Panchala.
Para kesatria Bharata terpukul mundur oleh tentara musuh. Panchala
dengan sepuluh Aksauhini mengalahkan dinasti Bharata. Kemudian Sambarana
bersama istri, menteri, putera dan kerabatnya, melarikan diri, dan
menempati sebuah hutan di tepi sungai Sindhu, yang termasuk wilayah dari
kaki pegunungan di sebelah barat.
Di sana para keturunan Bharata hidup selama seribu tahun penuh (untuk
jangka waktu yang lama) dengan bentengnya. Setelah mereka tinggal di
sana dalam jangka waktu yang cukup lama, suatu hari Resi Wasista datang
mengunjungi tempat pengasingan tersebut.
Asal mula Dinasti Kuru
Sambarana menikahi Tapati (yang tinggal di tepi sungai Tapati), puteri
Surya (raja dari Dinasti Surya) dengan pertolongan Wasista, pendeta para
raja Dinasti Surya. Sambarana berputera Sang Kuru. Raja Kuru tersebut
memiliki sifat kebaikan yang sangat tinggi, maka dari itu ia dilantik
untuk mewarisi tahta kerajaan oleh rakyatnya. Namanya membuat dataran
Kurujanggala (sebelah timur Haryana) menjadi masyur di seluruh dunia. Ia
melakukan tapa di sebuah tempat bernama Kurukshetra dan semenjak itu
tempat tersebut suci dan keramat.
Wahini, istri Sang Kuru, melahirkan lima putera, yaitu Awikesit,
Bhawisyanta, Citrarata, Muni dan Janamejaya-1. Awikesit berputera
Parikesit-1, Sawalaswa, Adiraja (lihat: Kerajaan Karusha), Wiraja,
Salmali, Uccaihsrawa, Bhanggakara dan Jitari yang kedelapan. Parikesit-1
memiliki putera-putera yang bernama Kaksasena, Ugrasena, Citrasena,
Indrasena, Susena dan Bimasena. Putera dari Janamejaya-2 adalah
Dretarastra-1 yang tertua, Pandu-1, Balhika-1, Nishadha , Jambunada,
Kundodara, Padati, dan Wasati yang kedelapan.
Kelahiran Santanu, Raja Kuru
Sosok Santanu dan Satyawati, dalam lukisan India karya Raja Ravi Varma.
Santanu dan Satyawati merupakan leluhur para Pandawa dan Korawa, tokoh
utama dalam Mahabharata.
Di antara keturunan Janamejaya-2, Drestarastra-1 yang menjadi raja.
Dretarastra-1 memiliki delapan putera, yaitu Kundika, Hasti, Witarka,
Krata, Hawihsrawas, Indraba, dan Bumanyu. Dretarastra-1 memiliki
cucu-cucu, dan hanya tiga orang yang terkenal. Mereka adalah Pratipa,
Dharmanetra, Sunetra. Di antara mereka bertiga, Pratipa menjadi seorang
yang tak tersaingi di muka bumi. Pratipa memiliki tiga putera, yaitu
Dewapi, Santanu dan Bahlika-2. Putera sulung yang bernama Dewapi
meninggalkan kerajaannya demi bertapa, sedangkan Bahlika meninggalkan
kerajaannya karena berambisi menaklukkan suku Arya di wilayah
Afganistan. Oleh karena keadaan tersebut, tahta diwariskan kepada
Santanu.
Garis keturunan DaksaGaris keturunan
Daksha
▪ Daksa
▪ Aditi
▪ Wiwaswat (Surya)
▪ Waiwaswata Manu
▪ Ila
▪ Pururawa
▪ Ayu
▪ Nahusa
▪ Yayati
▪ Puru
Dinasti Puru
▪ Janamejaya I
▪ Pracinwan
▪ Sanyati
▪ Ahayanti
▪ Sarwaboma
▪ Jayatsena
▪ Awacina
▪ Arihan I
▪ Mahaboma
▪ Ayutanayi
▪ Akrodana
▪ Dewatiti
▪ Arihan II
▪ Reksa
▪ Matinara
▪ Tansu
▪ Ilina
▪ Duswanta
▪ Bharata
Dinasti Bharata
▪ Bumanyu
▪ Suhotra
▪ Hasti
▪ Wikuntana
▪ Ajamida
▪ Sambarana
▪ Kuru
Dinasti Kuru
▪ Widurata
▪ Anaswan
▪ Parikesit I
▪ Bimasena
▪ Pratisrawa
▪ Pratipa
▪ Santanu
Para Raja
Hastinapura
▪ Santanu
▪ Citrānggada
▪ Wicitrawirya
▪ Pandu
▪ Dretarastra
▪ Yudistira
▪ Parikesit II
▪ Janamejaya II
▪ Satanika
▪ Aswamedadata
Dalam Mahabharata diceritakan bahwa raja Janamejaya ingin mengetahui
garis keturunan leluhurnya yang dimulai dari Manu, yang konon merupakan
raja pertama di dunia. Wesampayana kemudian menguraikan penjelasan
dengan panjang lebar, dan dimulai dari Daksa.
Dinasti Candra
Daksa menurunkan Aditi, dan Aditi menurunkan Wiwaswat (Surya). Wiwaswat
(golongan Dinasti Surya) melahirkan Waiwaswata Manu, dan Manu menurunkan
Ila dan Ila menurunkan Pururawa. Maka dari itu ia disebut
Pururawa-Aila. Seorang dewa yang bernama Budha (Vudha) dikatakan sebgai
ayahnya. Pururawa menikah dengan Urwasi dan menurunkan Ayu.
Keturunan Raja Yayati
Raja Ayu menurunkan Nahusa, dan Nahusa menurunkan Yayati. Maharaja
Yayati memiliki lima putera, yaitu Yadu dan Tuwasu dari Dewayani (puteri
dari Usana atau Mahaguru Sukra); dan Anu, Druhyu, Puru dari Sarmishta.
Di antara kelima orang tersebut, Puru-lah yang menurunkan keluarga
Bharata, yaitu keluarga besar Pandawa dan Korawa. Keturunan Yadu disebut
Yadawa sedangkan keturunan Puru disebut Paurawa.
Dinasti Puru
Puru menikahi Kosalya, kemudian menurunkan Janamaejaya-1, yang
menyelenggarakan tiga upacara korban kuda, dan upacara tersebut bernama
Wiswajit. Janamejaya-1 menikahi Ananta, puteri dari Kerajaan Madhawa,
yang kemudian menurunkan Pracinwata. Pracinwata disebut sebagai penakluk
negara timur dimana matahari terbit (Arunachal Pradesh).
Keturunan Raja Bharata
Pracinwata menikahi Asmaki, puteri dari Wangsa Yadawa, yang kemudian
menurunkan Sanyati. Sanyati menikahi Waranggi, puteri dari Dresadwata,
yang kemudian menurunkan Ahayanti. Ahayanti menikahi Bhanumati, puteri
dari Kertawirya, yang kemudian menurunkan Sarwaboma. Sarwaboma menikahi
Sunanda-1, kemudian menurunkan Jayatsena, yang kemudian menikahi
Susrawa, puteri Raja Widarbha, dan menurunkan Awacina. Awacina juga
menikahi puteri dari Kerajaan Widarbha, bernama Maryada-1. Kemudian ia
menurunkan Arihan-1. Arihan-1 menikahi Anggi, kemudian menurunkan
Mahaboma.
Mahaboma menikahi Suyadnya, puteri Prasenajit. Darinya lahirlah
Ayutanayi. Ayutanayi menikahi Kama, puteri Pertusrawas. Darinya lahirlah
Akrodana. Akrodana kemudian menikahi Karamba, puteri dari Kerajaan
Kalinga. Mereka memiliki putera bernama Dewatithi, dan Dewatithi
menikahi Maryada-2, puteri Kerajaan Wideha. Dewatithi menurunkan
Arihan-2. Arihan-2 menikahi Sudewa, puteri dari Kerajaan Anga, dan
darinya lahirlah Riksa. Riksa menikahi Jwala, puteri dari Naga Taksaka,
dan menurunkan putera bernama Matinara. Matinara menikahi seorang puteri
dari lembah sungai Saraswati, kemudian menurunkan putera bernama Tansu.
Tansu menikahi puteri dari Kerajaan Kalinga, dan memiliki putera
bernama Ilina. Ilina menikahi Ratantari, dan memiliki lima putera, yang
tertua bernama Duswanta. Duswanta menikahi Sakuntala, kemudian
menurunkan Bharata.
Dinasti Bharata
Bharata menikahi Sunanda-1, puteri Sarwasena, raja dari Kerajaan Kasi,
dan menurunkan putera bernama Bumanyu. Bumanyu menikahi Wijaya, puteri
Dasarha, kemudian menurunkan putera bernama Suhotra. Suhotra menikahi
Suwarna, puteri Ikswaku. Suhotra menurunkan Hasti, pendiri Hastinapura.
Hasti menikahi Yasodara, puteri dari Kerajaan Trigarta. Hasti menurunkan
Wikuntana. Wikunthana menikahi Sudewa, puteri dari Kerajaan Dasarha.
Wikuntana menurunkan Ajamidha. Ajamidha memiliki empat istri, yaitu
Kekayi, Gandari, Wisala dan Riksa. Mereka melahirkan banyak putera,
namun yang paling terkemuka bernama Sambarana. Sambarana menikahi
Tapati, putera Wiwaswat (Dewa Surya).
Dinasti Kuru
Sambarana menurunkan Sang Kuru. Kuru menikahi Subanggi, puteri dari
kerajaan Dasarha, kemudian ia menurunkan putera bernama Widurata.
Widurata menikahi Supriya, puteri dari Kerajaan Madhawa. Darinya
lahirlah putera bernama Anaswan. Anaswan menikahi Amerta, puteri dari
Kerajaan Madhawa. Darinya lahirlah putera bernama Parikesit-1.
Parikesit-1 menikahi Suwasa, kemudian menurunkan Bhimasena-1.
Bhimasena-1 menikahi Kumari, puteri dari kerajaan Kekaya, dan menurunkan
Pratisrawas. Pratisrawas menurunkan Pratipa. Pratipa menikahi Sunanda,
puteri dari Kerajaan Siwi, kemudian menurunkan tiga putera. Di antara
ketiga putera tersebut, Santanu menjadi Raja.
Keturunan Prabu Santanu
Santanu menikahi Dewi Gangga, yang kemudian memberinya seorang putera
bernama Dewabrata, namun di kemudian hari bernama Bisma. Bisma yang
ingin memberikan sesuatu yang terbaik bagi ayahnya, menikahkan ayahnya
dengan Satyawati, alias Durgandini atau Gandakali atau Gandawati.
Sebelumnya Satyawati pernah menikah dengan Parasara, yang memberinya
seorang putera bernama Kresna Dwaipayana Wyasa. Dengan Satyawati,
Santanu memiliki dua orang putera bernama Citrānggada dan Wicitrawirya.
Setelah Citrānggada dibunuh oleh seorang Gandarwa, Wicitrawirya menjadi
raja, dan menikahi dua orang puteri dari Kerajaan Kasi, bernama Ambika
dan Ambalika. Namun Wicitrawirya wafat di usia muda tanpa memiliki
keturunan.
Riwayat Pandawa dan Korawa
Atas permohonan Satyawati, Kresna Dwaipayana Wyasa memberikan tiga orang
putera bernama Dretarastra, Pandu, dan Widura kepada janda
Wicitrawirya. Dretarastra menikah dengan Gandari dan memiliki seratus
putera atas pertolongan dari Kresna Dwaipayana Wyasa. Di antara seratus
putera Dretarastra, hanya empat yang terkemuka. Mereka adalah Duryodana,
Dursasana, Wikarna, dan Citrasena. Pandu memiliki dua orang istri,
bernama Kunti (yang juga disebut Partha) dan Madri. Setelah Pandu dan
Madri wafat, Kunti menjadi kepala keluarga sesuai dengan harapan Pandu.
Dari Dewa Dharma (Yamaraja), lahirlah Yudistira. Dari Marut (Bayu),
lahirlah Bima. Dari Sakra (Indra), lahirlah Arjuna. Dari dua Aswin,
lahirlah Nakula dan Sadewa. Kelima pangeran tersebut dikenal dengan
sebutan Pandawa. Para Pandawa tinggal bersama para Korawa di
Hastinapura. Duryodana yang selalu merasa cemburu dengan Pandawa, selalu
berusaha membunuh mereka. Namun Pandawa selalu berhasil melewati segala
upaya pembunuhan. Pandawa memerintah sebagian dari Kerajaan Kuru,
dengan Indraprastha sebagai ibukota.
Keturunan para Pandawa
Gambar para Pandawa, dari sebuah lukisan India pada abad ke-18.
Yudistira berputera Pratiwindya; Bima berputera Sutasoma; Arjuna
berputera Srutakriti; Nakula berputera Satanika; dan Sadewa berputera
Srutakarma. Di samping itu, Yudishtira menikahi Dewika, puteri dari
Gowasana dari suku Saibya, dan memiliki putera bernama Yodheya. Bima
menikahi Walandara, puteri dari Kerajaan Kasi, dan memiliki putera
bernama Sarwaga. Arjuna menikahi Subadra, adik Kresna dari Dwarawati,
dan memiliki putera bernama Abimanyu. Nakula juga menikahi Karenumati,
puteri dari Kerajaan Chedi, dan memiliki seorang putera bernama
Niramitra. Sadewa menikahi Wijaya, puteri Dyutimat, raja di Kerajaan
Madra, dan memiliki seorang putera bernama Suhotra. Di kerajaan
Rakshasa, Bima menikahi Hidimbi dan memiliki putera bernama Gatotkaca.
Arjuna juga memiliki putera bernama Irawan dari Ulupi dan putera yang
lain bernama Babruwahana dari Citrānggadā, puteri dari Manipura.
Abimanyu dan keturunannya
Di antara keturunan Pandawa, Abimanyu menjadi penerus keluarganya. Ia
menikahi Utara, puteri Wirata dari Kerajaan Matsya, dan memiliki seorang
putera bernama Parikesit. Parikesit menikahi Madrawati, dan memiliki
seorang putera bernama Janamejaya. Janamejaya menikahi Wapustama alias
Bamustiman, dan memiliki dua putera bernama Satanika-2 dan Sangkukarna.
Satanika-2 menikahi puteri dari Kerajaan Wideha dan memiliki seorang
putera bernama Aswamedadatta.
Akademi militer oleh Drona
Hastinapura, ibu kota kerajaan Kuru pada masa Mahabharata, adalah pusat
pendidikan militer. Bhagawan Drona adalah yang paling utama dari semua
guru dalam segala modus peperangan. Drona sendiri belajar ilmu perang
dari ayahnya, Bharadwaja dan sang pendekar utama kala itu, Parasurama
alias Bhargawa Rama. Bisma yang merupakan pendekar utama kaum Kuru juga
siswa Bhargawa Rama. Krepa adalah ahli lainnya dalam ilmu peperangan. Di
bawah bimbingan para ahli ilmu militer ini, kaum Pandawa dan Korawa
menjadi sangat pandai dalam ilmu perang. Berkat akademi militer ini para
Korawa dan Pandawa menjadi yang paling kuat di antara semua kerajaan
kuno di India. Ilmu panah, pertempuran dengan gada, perang dengan pedang
dan macam-macam senjata lainnya seperti lembing, ini semua bersama-sama
dengan segala macam jenis peperangan, yaitu dengan kaki, di atas kuda,
kereta atau gajah. Semua hal ini diajarkan oleh Drona kepada para
siswanya di akademi ini. Ia juga mengajarkan ilmu membuat tata formasi
barisan serdadu (Sanskerta: vyūha atau byūha) dan strategi perang serta
cara mengendalikan kereta perang. Ilmu memanah adalah spesialisasi
Drona, terutama jika sang pemanah berada di kereta perang. Arjuna dan
Karna adalah siswanya yang paling pandai dalam memanah. Bima dan
Duryodana terutama pandai dalam menggunakan gada; Drestadyumna, Nakula
dan Sadewa terutama pandai menggunakan pedang.
Bahkan Drestadyumna, pangeran dari kerajaan Panchala yang paling kuat
bertanding dengan kaum Kuru dalam menguasai Aryawarta, datang untuk
mempelajari ilmu perang di akademi militer bagawan Drona di Hastinapura.
Tokoh-tokoh lain yang datang ke Hastinapura untuk belajar adalah
Ekalawya, pangeran dari kerajaan Nishada dan Karna, dari kerajaan Anga
yang diperintah oleh suku-suku Suta.
Wilayah kerajaan Kuru
Raja kerajaan Kuru pertama – Pururawa – selalu dikelilingi
sekutu/tetangga yang merupakan ras manusia sakti. Kerajaannya
kemungkinan terbentang dari wilayah Himalaya di Tibet atau di utara Xin
Jiang atau di Kirgizstan. Nahusa disebutkan pernah memerintah wilayah
para dewa (suatu tempat di Tibet). Yayati adalah raja pertama dalam
generasi tersebut yang berinteraksi dengan anggota klan asura seperti
misalnya Wresaparwa (kerajaan Wresaparwa terbentang di sebelah utara
Uttarakhand, di Tibet). Putera Yayati yang bernama Puru mendirikan
Dinasti Paurawa, salah satu cabang Dinasti Candra. Kemungkinan dia
memerintah wilayah Himalaya selatan di Uttarakhand, Himachal Pradesh dan
Punjab.
Di antara keturunan Puru, Bharata putera Duswanta adalah yang paling
mahsyur yang telah mendirikan Dinasti Bharata. Selama masa itu, dinasti
tersebut memerintah seluruh wilayah yang sekarang dikenal sebagai
dataran Indo-Gangga dan menambah kekuasaan mereka di pegunungan Windhya
di sebelah selatan. Dalam garis keturunan Bharata, lahirlah Sambarana.
Selama pemerintahan Sambarana, dinasti tersebut diserbu oleh kerajaan
Panchala di sebelah selatan dan barat. Kemudian mereka hidup di tepi
sungai Sindhu dan di lembah pegunungan sebelah barat. Kuru putera
Sambarana mendirikan dinasti Kuru dan merebut kembali wilayah mereka
yang dahulu di dataran Indo-Gangga. Mereka memerintah sebuah wilayah
antara sungai Saraswati dan Gangga.
Kerajaan Kuru diwarisi oleh Pratipa, Santanu, Wicitrawirya dan
Dretarastra. Selama pemerintahan Dretarastra, karena kurangnya tanggapan
pemerintah terhadap kebutuhan rakyatnya, disebutkan bahwa kemakmuran
kerajaan Kuru menurun (9,41). Para Pandawa bersama Yudistira sebagai
rajanya, mencoba membangkitkan keharuman nama kerajaan Kuru dengan
melakukan kampanye militer oleh empat kesatria yaitu Bima, Arjuna,
Nakula and Sadewa. Ia menaklukkan seluruh wilayah India Kuno dan
mengumpulkan banyak upeti, kumpulan persembahan dari para raja yang
telah tunduk. Namun kemakmuran tersebut hilang saat terjadi perang di
Kurukshetra, ketika para kesatria Kuru saling bantai satu sama lain,
menghancurkan kerabat mereka, para pemimpin bangsa pada zaman India
Kuno. Kehancuran besar yang tak terhitung mengakibatkan seluruh India
pada masa itu mengalami depresi sosio-ekonomi yang panjang.
Tempat-tempat di Kerajaan Kuru
Ilustrasi pada kitab Mahabharata dari zaman India Kuno, menggambarkan suasana saat terjadi perang di Kurukshetra.
Hastinapura merupakan kota terbesar di kerajaan Kuru dan ibukota para
Korawa (keturunan Kuru), dan ketika Pandawa memerintah di Indraprastha,
kota tersebut menjadi kota terbesar kedua. Selain kota utama tersebut,
Kerajaan Kuru juga memiliki banyak desa seperti misalnya Wardamana,
Pramanakoti, Waranawati, Wrekastali; provinsi seperti misalnya Makandi;
hamparan Kurukshetra dan hutan-hutan seperti hutan Kamyaka dan hutan
Dwaita.
Para Kuru saat perang di Kurukshetra
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Perang di Kurukshetra
Perang di Kurukshetra terjadi karena adanya perkara di antara dua
keluarga dalam Dinasti Kuru, yaitu Pandawa dan Korawa. Dalam pertempuran
tersebut, hampir seluruh pemimpin kerajaan pada zaman India kuno
berpartisipasi. Kehancuran yang didapat sebagai akibat dari pertempuran
membawa India menuju zaman depresi sosial dan ekonomi (Kaliyuga atau
‘zaman kegelapa’) yang dapat berakhir dalam jangka waktu yang lama.
Pendirian para pemimpin Yadawa di Kurujanggala
Setelah pemerintahan kaum Yadawa berakhir ketika pulau Dwaraka
tenggelam dalam samudra, Arjuna membawa sisa kaum Yadawa dari sana ke
Kurukshetra dan menempatkannya di beberapa daerah sekitarnya.
Putera Kretawarma (sang pahlawan Wangsa Bhoja-Yadawa) ditaruh di kota
Martikawata. Kota ini adalah ibu kota kerajaan Salwa yang terletak di
barat daya Kurujanggala. Pahalwan Wresni-Yadawa atau putera Satyaki
ditaruh di tepi sungai Saraswati. Pangeran Bajra keturunan Kresna
ditaruh di Indraprastha (16,7).
Trah Kuru dilanjutkan oleh Parikesit setelah pemerintahan prabu
Yudistira. Putera Parikesit adalah prabu Janamejaya yang merupakan raja
Kuru terkenal yang terakhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar