Anantaraja, atau yang lebih sering disingkat Antareja, adalah salah
satu tokoh pewayangan yang tidak terdapat dalam Mahabharata karena
merupakan asli ciptaan para pujangga Jawa. Ia merupakan putra sulung
Wrekodara atau Bimasena dari keluarga Pandawa.
Dalam pewayangan klasik versi Surakarta, Antareja merupakan nama lain
dari Antasena, sedangkan versi Yogyakarta menyebut Antasena sebagai
adik lain ibu Antareja, selain Gatutkaca. Sementara itu dalam pewayangan
zaman para dalang versi Surakarta umumnya juga mengisahkan Antareja dan
Antasena sebagai dua orang tokoh yang berbeda.
Asal-Usul
Antareja adalah putra sulung Bimasena yang lahir dari Nagagini putri
Batara Anantaboga, dewa bangsa ular. Perkawinan Bima dan Nagagini
terjadi setelah peristiwa kebakaran Balai Sigala-Gala di mana para
Korawa mencoba untuk membunuh para Pandawa seolah-olah karena
kecelakaan.
Bima kemudian meninggalkan Nagagini dalam keadaan mengandung.
Antareja lahir dan dibesarkan oleh Nagagini sampai ketika dewasa ia
memutuskan untuk mencari ayah kandungnya. Dengan bekal pusaka Napakawaca
pemberian Anantaboga dan Cincin Mustikabumi pemberian Nagagini,
Antareja berangkat menuju Kerajaan Amarta.
Di tengah jalan Antareja menemukan mayat seorang wanita yang dimuat
dalam perahu tanpa pengemudi. Dengan menggunakan Napakawaca, Antareja
menghidupkan wanita tersebut, yang tidak lain adalah Subadra istri
Arjuna.
Tiba-tiba muncul Gatutkaca menyerang Antareja. Gatutkaca memang
sedang ditugasi untuk mengawasi mayat Subadra demi untuk menangkap
pelaku pembunuhan terhadap bibinya itu. Subadra yang telah hidup kembali
melerai kedua keponakannya itu dan saling memperkenalkan satu sama
lain.
Antareja dan Gatutkaca gembira atas pertemuan tersebut. Kedua putra
Bima itu pun bekerja sama dan akhirnya berhasil menangkap pelaku
pembunuhan Subadra yang sebenarnya, yaitu Burisrawa.
Kisah kemunculan Antareja untuk pertama kalinya tersebut dalam
pewayangan Jawa biasa disebut dengan judul cerita Sumbadra Larung.
Kesaktian
Antareja memiliki Ajian Upasanta pemberian Hyang Anantaboga. Lidahnya
sangat sakti, mahluk apapun yang dijilat telapak kakinya akan menemui
kematian. Anatareja berkulit napakawaca, sehingga kebal terhadap
senjata. Ia juga memiliki cincin Mustikabumi, pemberian ibunya, yang
mempunyai kesaktian, menjauhkan dari kematian selama masih menyentuh
bumi maupun tanah, dan dapat digunakan untuk menghidupkan kembali
kematian di luar takdir. Kesaktian lain Anantareja dapat hidup dan
berjalan didalam bumi.
Sifat
Anantareja memiliki sifat jujur, pendiam, sangat berbakti pada yang
lebih tua dan sayang kepada yang muda, rela berkorban dan besar
kepercayaanya kepada Sang Maha Pencipta. Ia menikah dengan Dewi Ganggi,
putri Prabu Ganggapranawa, raja ular di Tawingnarmada, dan berputra Arya
Danurwenda.
Setelah dewasa Anantareja menjadi raja di negara Jangkarbumi bergelar
Prabu Nagabaginda. Ia meninggal menjelang perang Bharatayuddha atas
perintah Prabu Kresna dengan cara menjilat telapak kakinya sebagai Tawur
(korban untuk kemenangan) keluarga Pandawa dalam perang Bharatayuddha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar