Bharata (raja)
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Terkini (belum ditinjau)
Lukisan Bharata yang bermain dengan singa, karya Raja Ravi Varma.
Menurut legenda, Bharata merupakan seorang raja yang menaklukkan
wilayah Asia Selatan. Daerah kekuasaannya kemudian dikenal sebagai
Bharatawarsha. Raja tersebut disebut-sebut dalam Mahabharata sebagai
seorang penakluk. Menurut legenda, Bharata merupakan putera Duswanta dan
Sakuntala, dari Wangsa Chandra.
Bharatawarsha
Istilah Bharatawarsha merujuk kepada wilayah anakbenua India. Menurut
legenda India, Bharata merupakan raja pertama dan satu-satunya yang
memerintah anakbenua India.
Kitab Wisnupurana memiliki referensi mengenai wilayah Bharatawarsha. Hal itu dinyatakan sebagai berikut:“
Uttaram yat samudrasya Himdreschaiva daksinam varsham tat Bharatam nama Bharati yatra santati.
Wilayah yang terbentang dari wilayah Himalayas di utara, sampai
samudra Hindia di selatan disebut Bharatavarsha dan penduduk asli di
wilayah tersebut disebut Bharatiya (bangsa India). ”
Legenda
Latar belakang
Duswanta menolak untuk mengakui Bharata sebagai puteranya.
Bharata lahir sebagai putera dari pasangan Duswanta dan Sakuntala.
Duswanta adalah seorang raja mahsyur dari Kerajaan Kuru, sedangkan
Sakuntala adalah puteri bidadari Menaka yang tumbuh dalam asuhan Resi
Kanwa.
Sebelum Bharata lahir, Sakuntala mengajukan syarat kepada Duswanta
bahwa apabila anaknya lahir sebagai laki-laki, anak itu akan dinobatkan
sebagai penerus tahta. Syarat itu disetujui oleh Duswanta. Setelah
melakukan pernikahan secara gandarwa, Sakuntala ditinggalkan oleh
Duswanta karena terikat kewajiban sebagai raja. Duswanta tidak mengajak
Sakuntala untuk pergi ke istananya. Ia menitipkan sebuah cincin dan
berjanji bahwa ia akan kembali lagi untuk menjemput Sakuntala beserta
anaknya apabila sudah lahir.
Setelah ditinggalkan oleh suaminya, beberapa bulan kemudian Sakuntala
melahirkan seorang putera. Tanda bahwa bayi tersebut akan menjadi
seorang cakrawartin (raja besar/penguasa dunia) tampak pada simbol cakra
di telapak tangannya. Bayi itu diberi nama Sarwadamana. Ia tinggal
dalam asuhan Sakuntala di asrama Resi Kanwa. Karena besar di lingkungan
hutan dan dikelilingi hewan-hewan liar, semenjak kecil Sarwadamana telah
menundukkan binatang-binatang di hutan. Harimau, gajah dan singa takluk
kepadanya. Ia senang bermain bersama harimau dan singa. Ia juga berani
membuka mulut mereka lalu menghitung jumlah gigi hewan buas tersebut.
Setelah lama Sarwadamana tidak dijemput oleh Duswanta, timbulah
keinginan Sakuntala untuk membawa puteranya ke istana di Kerajaan Kuru.
Ia juga membawa cincin yang dititipkan oleh Duswanta. Di tengah
perjalanan, cincin tersebut hilang ke dalam sungai. Sesampainya di
istana, Duswanta menyangkal bahwa Sakuntala adalah istrinya. Ia juga
menyangkal bahwa Sarwadamana adalah puteranya. Hal ini membuat Sakuntala
menjadi sangat sedih. Tiba-tiba terdengarlah sabda dari langit yang
membenarkan ucapan Sakuntala. Setelah mendengar sabda tersebut, Duswanta
tidak bisa mengelak. Ia memenuhi janjinya untuk mencalonkan Sarwadamana
sebagai raja. Pada saat itu pula, nama Sarwadamana diganti menjadi
Bharata.
Bharata sebagai Maharaja
Peta Bharatawarsha.
Bharata dikenal sebagai raja yang berbudi luhur. Keberaniannya setara
dengan Indra, pemimpin para dewa. Ia menaklukkan anakbenua India, dari
lautan sampai Himalaya. Daerah kekuasaannya dikenal sebagai
Bharatawarsha, yang berarti “wilayah kekuasaan Raja Bharata”.
Bharata menikahi Sunandadewi, ratu yang suci dan mulia. Dari
pernikahannya, mereka tidak memiliki anak. Anak mereka tidak ada yang
selamat, meninggal semua. Akhirnya mereka menyelenggarakan upacara
keagamaan yang disebut Maruisoma supaya memperoleh keturunan. Upacara
tersebut dilaksanakan di tepi sungai Gangga. Bharata memiliki sembilan
putera, namun tidak satu pun dari mereka yang pantas untuk meneruskan
pemerintahan. Dalam keadaan tersebut, Dewa Marudgana disertai dengan
Bharadwaja, datang ke tempat penyelenggaraan upacara. Mereka menunjuk
Bharadwaja supaya diadopsi oleh Bharata. Bharadwaja berasal dari garis
keturunan Anggira. Konon ia dapat membawa kemahsyuran bagi keturunan
Bharata.
Akhirnya Bharata menerima Bharadwaja sebagai putera. Bharadwaja
menikah dengan Susila. Sebagai putera angkat Bharata, ia dicalonkan
menjadi raja, namun Bharadwaja tidak tertarik dengan kerajaannya. Ia
lebih memilih mendalami kehidupan rohani. Untuk mengatasi kekecewaan
Bharata, maka Bharadwaja menyelenggarakan upacara suci. Dalam upacara
tersebut, Dewa Agni dipanggil untuk memberikan apa yang diminta oleh
Bharata. Maka Bharata memiliki seorang putera bernama Bhumanyu.
Tak lama kemudian, Raja Bharata mangkat. Bharadwaja tinggal di istana
sampai usia Bhumanyu cukup untuk meneruskan tugas ayahnya. Bharadwaja
membimbingnya dan mengangkatnya menjadi raja. Tindakan Bharadwaja telah
menyelamatkan garis keturunan Dinasti Puru. Dari garis keturunan Raja
Bharata, kesatria-kesatria saleh seperti Pandawa akan lahir.
`[]mahabharata[]`..
blog of Hindia story,
jam`
Sabtu, 02 Agustus 2014
`[] biography basupati,...
Dalam wiracarita Mahabharata, Prabu Basupati alias Prabu Basuparicara
adalah putera Bathara Srinada atau Prabu Basurata, raja negara Wirata
yang pertama dengan permaisuri Dewi Bramaniyuta, Putri Batara Brahma.
Prabu Basupati mempunyai adik kandung bernama Bramananeki yang menikah
dengan Bambang Parikenan, putra Bathara Bremani atau Brahmanaresi dengan
Dewi Srihuna alias Srihunon.
Karena ketekunannya bertapa, Prabu Basupati menjadi sangat sakti, juga tahu segala bahasa binatang. Ia mendapat anugerah Batara Indra berwujud sebuah kereta sakti bernama “Amarajaya” lengkap dengan bendera perangnya yang membuatnya kebal terhadap segala macam senjata. Dengan kereta sakti Amarajaya, Prabu Basupati menaklukkan tujuh negara, masuk ke dalam wilayah kekuasaan negara Wirata.
Prabu Basupati menikah dengan Dewi Angati atau Dewi Girika, putri Bagawan Kolagiri dengan Dewi Suktimati. Dari perkawinan tersebut, ia memperoleh tiga orang putra masing-masing bernama Arya Basunada, Arya Basukesti dan Arya Bamurti.
Prabu Basupati memerintah negara Wirata sampai berusia lanjut. Ia menyerahkan tahta Kerajaan Wirata kepada Arya Basunada, kemudian hidup sebagai brahmana sampai meninggal dalam keadaan bermudra.
Karena ketekunannya bertapa, Prabu Basupati menjadi sangat sakti, juga tahu segala bahasa binatang. Ia mendapat anugerah Batara Indra berwujud sebuah kereta sakti bernama “Amarajaya” lengkap dengan bendera perangnya yang membuatnya kebal terhadap segala macam senjata. Dengan kereta sakti Amarajaya, Prabu Basupati menaklukkan tujuh negara, masuk ke dalam wilayah kekuasaan negara Wirata.
Prabu Basupati menikah dengan Dewi Angati atau Dewi Girika, putri Bagawan Kolagiri dengan Dewi Suktimati. Dari perkawinan tersebut, ia memperoleh tiga orang putra masing-masing bernama Arya Basunada, Arya Basukesti dan Arya Bamurti.
Prabu Basupati memerintah negara Wirata sampai berusia lanjut. Ia menyerahkan tahta Kerajaan Wirata kepada Arya Basunada, kemudian hidup sebagai brahmana sampai meninggal dalam keadaan bermudra.
`[] biography basudewa,...
Basudewa atau Wasudewa (Sansekerta: वसुदेव; vasudeva) dalam kisah
epik Hindu (Mahabharata), merupakan putra Raja Śũrasena dari Wangsa
Yadawa di India. Dia merupakan kakak dari Kunti, yang menjadi istri
Pandu.
Dia menikahi Dewaki, adik sepupu Kamsa, dan merupakan ayah kandung dari Krishna dan Subadra. Dia juga memiliki istri kedua, Rohini, yang melahirkan putera sulungnya, Balarama. Menurut beberapa Susastra Hindu (Itihasa dan Bhagawad Gita), ia memiliki putera-puteri lain dari hasil hubungannya dengan kedua istrinya.
Kata Vāsudeva (wa-asudewa), berarti keturunan Wasudewa, merupakan nama lain Krishna.
Basudewa dalam pewayangan Jawa
Selain dalam Susastra Hindu, Prabu Basudewa muncul dalam dunia pewayangan sebagai putra sulung Prabu Basukunti (dalam pewayangan Jawa) Raja negara Mandura dengan permaisuri Dewi Dayita, putri Prabu Kunti, raja Boja. Ia mempunyai tiga orang saudara kandung masing-masing bernama Dewi Prita alias Dewi Kunti, Arya Prabu Rukma dan Arya Ugrasena.
Prabu Basudewa mempunyai tiga orang isteri atau permaisuri dan empat orang putra. Dengan permaisuri Dewi Mahira alias Maerah (dalam pewayangan Jawa) ia berputra Kangsa. Kangsa sebenaranya putra Prabu Gorawangsa, raja raksasa negara Gowabarong yang dengan beralih rupa menjadi Prabu Basudewa palsu dan berhasil mengadakan hubungan asmara dengan Dewi Mahira.
Dengan permaisuri Dewi Mahindra alias Maerah (dalam pewayangan Jawa), Prabu Basudewa memperoleh dua orang putra bernama Kakrasana alias Baladewa dan Narayana alias Kresna. Sedangkan dengan permaisuri Dewi Badrahini ia berputra Dewi Wara Sumbadra alias Dewi Lara Ireng. Secara tidak resmi, Prabu Basudewa juga mengawini Ken Sagupi, swaraswati Keraton Mandura, dan memperoleh seorang putra bernama Arya Udawa.
Prabu Basudewa sangat sayang kepada keluarganya. Ia pandai olah keprajuritan dan mahir memainkan senjata panah dan lembing. Setelah usia lanjut, ia menyerahkan Kerajaan Mandura kepada putranya, Kakrasana, dan hidup sebagai pendeta di Pertapaan Randugumbala. Prabu Basudewa meninggal saat negara Mandura digempur Prabu Sitija alias Bomanarakasura, Raja Negara Surateleng
Dia menikahi Dewaki, adik sepupu Kamsa, dan merupakan ayah kandung dari Krishna dan Subadra. Dia juga memiliki istri kedua, Rohini, yang melahirkan putera sulungnya, Balarama. Menurut beberapa Susastra Hindu (Itihasa dan Bhagawad Gita), ia memiliki putera-puteri lain dari hasil hubungannya dengan kedua istrinya.
Kata Vāsudeva (wa-asudewa), berarti keturunan Wasudewa, merupakan nama lain Krishna.
Basudewa dalam pewayangan Jawa
Selain dalam Susastra Hindu, Prabu Basudewa muncul dalam dunia pewayangan sebagai putra sulung Prabu Basukunti (dalam pewayangan Jawa) Raja negara Mandura dengan permaisuri Dewi Dayita, putri Prabu Kunti, raja Boja. Ia mempunyai tiga orang saudara kandung masing-masing bernama Dewi Prita alias Dewi Kunti, Arya Prabu Rukma dan Arya Ugrasena.
Prabu Basudewa mempunyai tiga orang isteri atau permaisuri dan empat orang putra. Dengan permaisuri Dewi Mahira alias Maerah (dalam pewayangan Jawa) ia berputra Kangsa. Kangsa sebenaranya putra Prabu Gorawangsa, raja raksasa negara Gowabarong yang dengan beralih rupa menjadi Prabu Basudewa palsu dan berhasil mengadakan hubungan asmara dengan Dewi Mahira.
Dengan permaisuri Dewi Mahindra alias Maerah (dalam pewayangan Jawa), Prabu Basudewa memperoleh dua orang putra bernama Kakrasana alias Baladewa dan Narayana alias Kresna. Sedangkan dengan permaisuri Dewi Badrahini ia berputra Dewi Wara Sumbadra alias Dewi Lara Ireng. Secara tidak resmi, Prabu Basudewa juga mengawini Ken Sagupi, swaraswati Keraton Mandura, dan memperoleh seorang putra bernama Arya Udawa.
Prabu Basudewa sangat sayang kepada keluarganya. Ia pandai olah keprajuritan dan mahir memainkan senjata panah dan lembing. Setelah usia lanjut, ia menyerahkan Kerajaan Mandura kepada putranya, Kakrasana, dan hidup sebagai pendeta di Pertapaan Randugumbala. Prabu Basudewa meninggal saat negara Mandura digempur Prabu Sitija alias Bomanarakasura, Raja Negara Surateleng
`[] biography barbarika,...
Dalam wiracarita Mahabharata, Barbarika (IAST: Barbarīka) adalah putera Gatotkaca dan Maurwi, puteri Muru, seorang Raja Yadawa.
Barbarika sebenarnya seorang yaksha, dan terlahir sebagai manusia.
Ia bertarung dalam pertempuran akbar di pihak Korawa. Meskipun ia ingin bertarung di pihak Pandawa, ia teguh pada prinsipnya untuk bertarung di pihak yang mengalami kekalahan, maka dari itu ia memihak Duryodana karena Duryodana menderita kekalahan lebih banyak daripada Pandawa. Maka ia bertarung dengan ayahnya, Gatotkaca, dan kakeknya, Bima, dan mengalahkan mereka berdua. Ia menjadi tak terkendali dalam pertempuran, dan bahkan mengalahkan ksatria yang konon tak dapat ditaklukkan seperti misalnya Arjuna dan Satyaki. Akhirnya ia dibunuh oleh Kresna, yang memakai senjata Sudarshana Chakra miliknya. Ia bergabung dengan pasukan Korawa pada hari ke-14 Bharatayuddha setelah kematian Jayadrata di tangan Arjuna.
Untuk versi lain tentang kisah dan kehidupannya, lihat Khatushyamji.
Dalam agama Hindu, Khatushyamji adalah nama dan manifestasi dari Barbarika, putera Gatotkaca. Manifestasi ini khususnya populer di Rajasthan. Nama asli Barbarīka dari bahasa Sansekerta seringkali diganti di Rajasthan dengan versi bahasa Hindi, Barbarīk, sering ditulis Barbareek.
Barbarika memperoleh anugerah dari Kresna sebuah pengaruh bahwa dirinya akan dikenal dengan nama milik Kresna (Shyam) di zaman Kali Yuga (masa sekarang) dan dipuja. Kresna mengatakan bahwa pemuja Barbarika akan diberkati hanya dengan melafalkan namanya dari lubuk hati mereka. Permohonan mereka akan dikabulkan dan masalah disingkirkan jika mereka memuja Shyamji (Barbarika) dengan kesalehan yang sejati.
Barbarika sebenarnya seorang yaksha, dan terlahir sebagai manusia.
Ia bertarung dalam pertempuran akbar di pihak Korawa. Meskipun ia ingin bertarung di pihak Pandawa, ia teguh pada prinsipnya untuk bertarung di pihak yang mengalami kekalahan, maka dari itu ia memihak Duryodana karena Duryodana menderita kekalahan lebih banyak daripada Pandawa. Maka ia bertarung dengan ayahnya, Gatotkaca, dan kakeknya, Bima, dan mengalahkan mereka berdua. Ia menjadi tak terkendali dalam pertempuran, dan bahkan mengalahkan ksatria yang konon tak dapat ditaklukkan seperti misalnya Arjuna dan Satyaki. Akhirnya ia dibunuh oleh Kresna, yang memakai senjata Sudarshana Chakra miliknya. Ia bergabung dengan pasukan Korawa pada hari ke-14 Bharatayuddha setelah kematian Jayadrata di tangan Arjuna.
Untuk versi lain tentang kisah dan kehidupannya, lihat Khatushyamji.
Dalam agama Hindu, Khatushyamji adalah nama dan manifestasi dari Barbarika, putera Gatotkaca. Manifestasi ini khususnya populer di Rajasthan. Nama asli Barbarīka dari bahasa Sansekerta seringkali diganti di Rajasthan dengan versi bahasa Hindi, Barbarīk, sering ditulis Barbareek.
Barbarika memperoleh anugerah dari Kresna sebuah pengaruh bahwa dirinya akan dikenal dengan nama milik Kresna (Shyam) di zaman Kali Yuga (masa sekarang) dan dipuja. Kresna mengatakan bahwa pemuja Barbarika akan diberkati hanya dengan melafalkan namanya dari lubuk hati mereka. Permohonan mereka akan dikabulkan dan masalah disingkirkan jika mereka memuja Shyamji (Barbarika) dengan kesalehan yang sejati.
`[] biography baladewa,...
Baladewa
Awatara Wisnu
Dewanagari: बलराम
Ejaan Sanskerta: Balarāma
Nama lain: Balarama; Balabhadra;
Halayudha; dan lain-lain
Golongan: manusia awatara
Senjata: Bajak dan Gada
Pasangan: Rewati
Prabu Baladewa dan kekasihnya dalam lukisan versi India, bergaya Rajasthan.
Dalam mitologi Hindu, Baladewa (Sanskerta: बलदोव) atau Balarama (Sanskerta: बलराम; Balarāma), disebut juga Balabhadra dan Halayudha, adalah kakak dari Kresna, putera Basudewa dan Dewaki. Dalam filsafat Waisnawa dan beberapa tradisi pemujaan di India selatan, ia dipuja sebagai awatara keenam dari Maha Awatara dan termasuk salah satu dari 25 awatara dalam Purana. Menurut filsafat Waisnawa dan beberapa pandangan umat Hindu, ia merupakan manifestasi dari Sesa, ular suci yang menjadi ranjang Dewa Wisnu.
Kemunculan Baladewa
Baladewa sebenarnya merupakan Kakak kandung Kresna karena terlahir sebagai putera Wasudewa dan Dewaki. Namun karena takdirnya untuk tidak mati di tangan Kamsa, ia dilahirkan oleh Rohini atas peristiwa pemindahan janin.
Kamsa, Kakak dari Dewaki, takut akan ramalan yang mengatakan bahwa ia akan terbunuh di tangan putera kedelapan Dewaki. Maka dari itu ia menjebloskan Dewaki beserta suaminya ke penjara dan membunuh setiap putera yang dilahirkan oleh Dewaki. Secara berturut-turut, setiap puteranya yang baru lahir mati di tangan Kamsa. Pada saat Dewaki mengandung puteranya yang ketujuh, nasib anaknya yang akan dilahirkan tidak akan sama dengan nasib keenam anaknya terdahulu. Janin yang dikandungnya secara ajaib berpindah kepada Rohini yang sedang menginginkan seorang putera. Maka dari itu, Baladewa disebut pula Sankarsana yang berarti “pemindahan janin”.
Akhirnya, Rohini menyambut Baladewa sebagai puteranya. Pada masa kecilnya, ia bernama Rama. Namun karena kekuatannya yang menakjubkan, ia disebut Balarama (Rama yang kuat) atau Baladewa. Baladewa menghabiskan masa kanak-kanaknya sebagai seorang pengembala sapi bersama Kresna dan teman-temannya. Ia menikah dengan Reawati, puteri Raiwata dari Anarta.
Baladewa mengajari Bima dan Duryodana menggunakan senjata Gada. Dalam perang di Kurukshetra, Baladewa bersikap netral. Seperti kerajaan Widarbha dan Raja Rukmi, ia tidak memihak Pandawa maupun Korawa. Namun, ketika Bima hendak membunuh Duryodana, ia mengancam akan membunuh Bima. Hal itu dapat dicegah oleh Kresna dengan menyadarkan kembali Baladewa bahwa Bima membunuh Duryodana adalah sebuah kewajiban untuk memenuhi sumpahnya. Selain itu, Kresna mengingatkan Baladewa akan segala prilaku buruk Duryodana.
Ciri-ciri fisik
Lukisan India modern, yang menggambarkan Baladewa berdiri di dekat sungai Yamuna.
Balarama seringkali digambarkan berkulit putih, khususnya jika dibandingkan dengan saudaranya, yaitu Kresna, yang dilukiskan berkulit biru gelap atau bercorak hitam. Senjatanya adalah bajak dan gada. Secara tradisional, Baladewa memakai pakaian biru dan kalung dari rangkaian bunga hutan. Rambutnya diikat pada jambul dan ia memakai giwang dan gelang. Baladewa digambarkan memiliki fisik yang sangat kuat, dan kenyataannya, bala dalam bahasa Sanskerta berarti “kuat”. Baladewa merupakan teman kesayangan Kresna yang terkenal.
Baladewa dalam susastra Hindu
Bhagawatapurana
Pada suatu hari, Nanda Maharaja menyuruh Gargamuni, pendeta keluarga, untuk mengunjungi rumah mereka dalam rangka memberikan nama kepada Kresna dan Baladewa. Ketika Gargamuni tiba di rumahnya, Nanda Maharaja menyambutnya dengan ramah dan kemudian menyuruh agar upacara pemberian nama segera dilaksanakan. Gargamuni memperingatkan Nanda Maharaja bahwa Kamsa mencari putera Dewaki dan jika upacara dilaksanakan secara mewah maka akan menarik perhatian Kamsa, dan ia akan mencurigai Kresna sebagai putera Dewaki. Maka Nanda Maharaja menyuruh Gargamuni untuk melangsungkan upacara secara rahasia, dan Gargamuni memberi alasan mengenai pemberian nama Balarama sebagai berikut:“ Karena Balarama, putera Rohini, mampu menambah pelbagai berkah, namanya Rama, dan karena kekuatannya yang luar biasa, ia dipanggil Baladewa. Ia mampu menarik Wangsa Yadu untuk mengikuti perintahnya, maka dari itu namanya Sankarshana. ”
Mahabharata
Baladewa terkenal sebagai pengajar Duryodana dari Korawa dan Bima dari Pandawa seni bertarung menggunakan gada. Ketika perang meletus antara pihak Korawa dan Pandawa, Baladewa memiliki rasa sayang yang sama terhadap kedua pihak dan memutuskan untuk menjadi pihak netral. Dan akhirnya ketika Bima (yang lebih kuat) mengalahkan Duryodana (yang lebih pintar) dengan memberikan pukulan di bawah perutnya dengan gada, Baladewa mengancam akan membunuh Bima. Hal ini dicegah oleh Kresna yang mengingatkan Baladewa atas sumpah Bima untuk membunuh Duryodana dengan menghancurkan paha yang pernah ia singkapkan kepada Dropadi.
Akhir riwayat hidup
Dalam Bhagawatapurana dikisahkan setelah Baladewa ambil bagian dalam pertempuran yang menyebabkan kehancuran Dinasti Yadu, dan setelah ia menyaksikan Kresna yang menghilang, ia duduk bermeditasi di bawah pohon dan meninggalkan dunia dengan mengeluarkan ular putih besar dari mulutnya, kemudian diangkut oleh ular tersebut, yaitu Sesa.
Tradisi dan pemujaan
Dalam tradisi Waisnawa dan beberapa sekte Hindu di India, Baladewa dipuja bersama Sri Kresna sebagai kepribadian dari Tuhan yang Maha Esa dan dalam pemujaan mereka sering disebut “Krishna-Balarama”. Mereka memiliki hubungan yang dekat dan selalu terlihat bersama-sama. Jika diibaratkan, Kresna merupakan pencipta sedangkan Baladewa merupakan potensi kreativitasnya. Baladewa merupakan saudara Kresna, dan kadang-kadang dilukiskan sebagai adik, kadang-kadang dilukiskan sebagai kakaknya. Baladewa juga merupakan Laksmana pada kehidupan Wisnu sebelum menitis pada Kresna, dan pada zaman Kali, beliau menitis sebagai Nityananda, sahabat Sri Caitanya.
Dalam Bhagawatapurana diceritakan, setelah Baladewa ambil bagian dalam pertempuran antara wangsa Yadu dan Wresni, dan setelah ia menyaksikan Kresna mencapai moksa, ia duduk untuk bermeditasi agar mampu meninggalkan dunia fana lalu mengeluarkan ular putih dari dalam mulutnya. Setelah itu ia diangkut oleh Sesa dalam wujud ular.
Baladewa dalam Pewayangan Jawa
Prabu Baladewa atau Balarama dalam bentuk wayang kulit versi Jawa.
Dalam pewayangan Jawa, Baladewa adalah saudara Prabu Kresna. Prabu Baladewa yang waktu mudanya bernama Kakrasana, adalah putra Prabu Basudewa, raja negara Mandura dengan permaisuri Dewi Mahendra atau Maekah. Ia lahir kembar bersama adiknya, dan mempunyai adik lain ibu bernama Dewi Subadra atau Dewi Lara Ireng, puteri Prabu Basudewa dengan permaisuri Dewi Badrahini. Baladewa juga mempunyai saudara lain ibu bernama Arya Udawa, putra Prabu Basudewa dengan Ken Sagupi, seorang swarawati keraton Mandura.
Prabu Baladewa yang mudanya pernah menjadi pendeta di pertapaan Argasonya bergelar Wasi Jaladara, menikah dengan Dewi Erawati, puteri Prabu Salya dengan Dewi Setyawati atau Pujawati dari negara Mandaraka. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh dua orang putera bernama Wisata dan Wimuka.
Baladewa berwatak keras hati, mudah naik darah tapi pemaaf dan arif bijaksana. Ia sangat mahir mempergunakan gada, sehingga Bima dan Duryodana berguru kepadanya. Baladewa mempunyai dua pusaka sakti, yaitu Nangggala dan Alugara, keduanya pemberian Brahma. Ia juga mempunyai kendaraan gajah bernama Kyai Puspadenta. Dalam banyak hal, Baladewa adalah lawan daripada Kresna. Kresna berwarna hitam sedangkan Baladewa berkulit putih.
Pada perang Bharatayuddha sebenarnya prabu Baladewa memihak para Korawa, tetapi berkat siasat Kresna, beliau tidak ikut namun sebaliknya bertapa di Grojogan Sewu (Grojogan = Air Terjun, Sewu = Seribu) dengan tujuan agar apabila terjadi perang Bharatayuddha, Baladewa tidak dapat mendengarnya karena tertutup suara gemuruh air terjun. Selain itu Kresna berjanji akan membangunkannya nanti Bharatayuddha terjadi, padahal keesokan hari setelah ia bertapa di Grojogan Sewu terjadilah perang Bharatayuddha. Jika Baladewa turut serta, pasti para Pandawa kalah, karena Baladewa sangatlah sakti.
Baladewa ada yang mengatakan sebgai titisan daripada naga sementara yang lainya meyakini sebagai titisan Sanghyang Basuki, Dewa keselamatan. Ia berumur sangat panjang. Setelah selesai perang Bharatayudha, Baladewa menjadi pamong dan penasehat Prabu Parikesit, raja negara Hastinapura setelah mangkatnya Prabu Kalimataya atau Prabu Puntadewa. Ia bergelar Resi Balarama. Ia mati moksa setelah punahnya seluruh Wangsa Wresni.
Silsilah
============
Awatara Wisnu
Dewanagari: बलराम
Ejaan Sanskerta: Balarāma
Nama lain: Balarama; Balabhadra;
Halayudha; dan lain-lain
Golongan: manusia awatara
Senjata: Bajak dan Gada
Pasangan: Rewati
Prabu Baladewa dan kekasihnya dalam lukisan versi India, bergaya Rajasthan.
Dalam mitologi Hindu, Baladewa (Sanskerta: बलदोव) atau Balarama (Sanskerta: बलराम; Balarāma), disebut juga Balabhadra dan Halayudha, adalah kakak dari Kresna, putera Basudewa dan Dewaki. Dalam filsafat Waisnawa dan beberapa tradisi pemujaan di India selatan, ia dipuja sebagai awatara keenam dari Maha Awatara dan termasuk salah satu dari 25 awatara dalam Purana. Menurut filsafat Waisnawa dan beberapa pandangan umat Hindu, ia merupakan manifestasi dari Sesa, ular suci yang menjadi ranjang Dewa Wisnu.
Kemunculan Baladewa
Baladewa sebenarnya merupakan Kakak kandung Kresna karena terlahir sebagai putera Wasudewa dan Dewaki. Namun karena takdirnya untuk tidak mati di tangan Kamsa, ia dilahirkan oleh Rohini atas peristiwa pemindahan janin.
Kamsa, Kakak dari Dewaki, takut akan ramalan yang mengatakan bahwa ia akan terbunuh di tangan putera kedelapan Dewaki. Maka dari itu ia menjebloskan Dewaki beserta suaminya ke penjara dan membunuh setiap putera yang dilahirkan oleh Dewaki. Secara berturut-turut, setiap puteranya yang baru lahir mati di tangan Kamsa. Pada saat Dewaki mengandung puteranya yang ketujuh, nasib anaknya yang akan dilahirkan tidak akan sama dengan nasib keenam anaknya terdahulu. Janin yang dikandungnya secara ajaib berpindah kepada Rohini yang sedang menginginkan seorang putera. Maka dari itu, Baladewa disebut pula Sankarsana yang berarti “pemindahan janin”.
Akhirnya, Rohini menyambut Baladewa sebagai puteranya. Pada masa kecilnya, ia bernama Rama. Namun karena kekuatannya yang menakjubkan, ia disebut Balarama (Rama yang kuat) atau Baladewa. Baladewa menghabiskan masa kanak-kanaknya sebagai seorang pengembala sapi bersama Kresna dan teman-temannya. Ia menikah dengan Reawati, puteri Raiwata dari Anarta.
Baladewa mengajari Bima dan Duryodana menggunakan senjata Gada. Dalam perang di Kurukshetra, Baladewa bersikap netral. Seperti kerajaan Widarbha dan Raja Rukmi, ia tidak memihak Pandawa maupun Korawa. Namun, ketika Bima hendak membunuh Duryodana, ia mengancam akan membunuh Bima. Hal itu dapat dicegah oleh Kresna dengan menyadarkan kembali Baladewa bahwa Bima membunuh Duryodana adalah sebuah kewajiban untuk memenuhi sumpahnya. Selain itu, Kresna mengingatkan Baladewa akan segala prilaku buruk Duryodana.
Ciri-ciri fisik
Lukisan India modern, yang menggambarkan Baladewa berdiri di dekat sungai Yamuna.
Balarama seringkali digambarkan berkulit putih, khususnya jika dibandingkan dengan saudaranya, yaitu Kresna, yang dilukiskan berkulit biru gelap atau bercorak hitam. Senjatanya adalah bajak dan gada. Secara tradisional, Baladewa memakai pakaian biru dan kalung dari rangkaian bunga hutan. Rambutnya diikat pada jambul dan ia memakai giwang dan gelang. Baladewa digambarkan memiliki fisik yang sangat kuat, dan kenyataannya, bala dalam bahasa Sanskerta berarti “kuat”. Baladewa merupakan teman kesayangan Kresna yang terkenal.
Baladewa dalam susastra Hindu
Bhagawatapurana
Pada suatu hari, Nanda Maharaja menyuruh Gargamuni, pendeta keluarga, untuk mengunjungi rumah mereka dalam rangka memberikan nama kepada Kresna dan Baladewa. Ketika Gargamuni tiba di rumahnya, Nanda Maharaja menyambutnya dengan ramah dan kemudian menyuruh agar upacara pemberian nama segera dilaksanakan. Gargamuni memperingatkan Nanda Maharaja bahwa Kamsa mencari putera Dewaki dan jika upacara dilaksanakan secara mewah maka akan menarik perhatian Kamsa, dan ia akan mencurigai Kresna sebagai putera Dewaki. Maka Nanda Maharaja menyuruh Gargamuni untuk melangsungkan upacara secara rahasia, dan Gargamuni memberi alasan mengenai pemberian nama Balarama sebagai berikut:“ Karena Balarama, putera Rohini, mampu menambah pelbagai berkah, namanya Rama, dan karena kekuatannya yang luar biasa, ia dipanggil Baladewa. Ia mampu menarik Wangsa Yadu untuk mengikuti perintahnya, maka dari itu namanya Sankarshana. ”
Mahabharata
Baladewa terkenal sebagai pengajar Duryodana dari Korawa dan Bima dari Pandawa seni bertarung menggunakan gada. Ketika perang meletus antara pihak Korawa dan Pandawa, Baladewa memiliki rasa sayang yang sama terhadap kedua pihak dan memutuskan untuk menjadi pihak netral. Dan akhirnya ketika Bima (yang lebih kuat) mengalahkan Duryodana (yang lebih pintar) dengan memberikan pukulan di bawah perutnya dengan gada, Baladewa mengancam akan membunuh Bima. Hal ini dicegah oleh Kresna yang mengingatkan Baladewa atas sumpah Bima untuk membunuh Duryodana dengan menghancurkan paha yang pernah ia singkapkan kepada Dropadi.
Akhir riwayat hidup
Dalam Bhagawatapurana dikisahkan setelah Baladewa ambil bagian dalam pertempuran yang menyebabkan kehancuran Dinasti Yadu, dan setelah ia menyaksikan Kresna yang menghilang, ia duduk bermeditasi di bawah pohon dan meninggalkan dunia dengan mengeluarkan ular putih besar dari mulutnya, kemudian diangkut oleh ular tersebut, yaitu Sesa.
Tradisi dan pemujaan
Dalam tradisi Waisnawa dan beberapa sekte Hindu di India, Baladewa dipuja bersama Sri Kresna sebagai kepribadian dari Tuhan yang Maha Esa dan dalam pemujaan mereka sering disebut “Krishna-Balarama”. Mereka memiliki hubungan yang dekat dan selalu terlihat bersama-sama. Jika diibaratkan, Kresna merupakan pencipta sedangkan Baladewa merupakan potensi kreativitasnya. Baladewa merupakan saudara Kresna, dan kadang-kadang dilukiskan sebagai adik, kadang-kadang dilukiskan sebagai kakaknya. Baladewa juga merupakan Laksmana pada kehidupan Wisnu sebelum menitis pada Kresna, dan pada zaman Kali, beliau menitis sebagai Nityananda, sahabat Sri Caitanya.
Dalam Bhagawatapurana diceritakan, setelah Baladewa ambil bagian dalam pertempuran antara wangsa Yadu dan Wresni, dan setelah ia menyaksikan Kresna mencapai moksa, ia duduk untuk bermeditasi agar mampu meninggalkan dunia fana lalu mengeluarkan ular putih dari dalam mulutnya. Setelah itu ia diangkut oleh Sesa dalam wujud ular.
Baladewa dalam Pewayangan Jawa
Prabu Baladewa atau Balarama dalam bentuk wayang kulit versi Jawa.
Dalam pewayangan Jawa, Baladewa adalah saudara Prabu Kresna. Prabu Baladewa yang waktu mudanya bernama Kakrasana, adalah putra Prabu Basudewa, raja negara Mandura dengan permaisuri Dewi Mahendra atau Maekah. Ia lahir kembar bersama adiknya, dan mempunyai adik lain ibu bernama Dewi Subadra atau Dewi Lara Ireng, puteri Prabu Basudewa dengan permaisuri Dewi Badrahini. Baladewa juga mempunyai saudara lain ibu bernama Arya Udawa, putra Prabu Basudewa dengan Ken Sagupi, seorang swarawati keraton Mandura.
Prabu Baladewa yang mudanya pernah menjadi pendeta di pertapaan Argasonya bergelar Wasi Jaladara, menikah dengan Dewi Erawati, puteri Prabu Salya dengan Dewi Setyawati atau Pujawati dari negara Mandaraka. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh dua orang putera bernama Wisata dan Wimuka.
Baladewa berwatak keras hati, mudah naik darah tapi pemaaf dan arif bijaksana. Ia sangat mahir mempergunakan gada, sehingga Bima dan Duryodana berguru kepadanya. Baladewa mempunyai dua pusaka sakti, yaitu Nangggala dan Alugara, keduanya pemberian Brahma. Ia juga mempunyai kendaraan gajah bernama Kyai Puspadenta. Dalam banyak hal, Baladewa adalah lawan daripada Kresna. Kresna berwarna hitam sedangkan Baladewa berkulit putih.
Pada perang Bharatayuddha sebenarnya prabu Baladewa memihak para Korawa, tetapi berkat siasat Kresna, beliau tidak ikut namun sebaliknya bertapa di Grojogan Sewu (Grojogan = Air Terjun, Sewu = Seribu) dengan tujuan agar apabila terjadi perang Bharatayuddha, Baladewa tidak dapat mendengarnya karena tertutup suara gemuruh air terjun. Selain itu Kresna berjanji akan membangunkannya nanti Bharatayuddha terjadi, padahal keesokan hari setelah ia bertapa di Grojogan Sewu terjadilah perang Bharatayuddha. Jika Baladewa turut serta, pasti para Pandawa kalah, karena Baladewa sangatlah sakti.
Baladewa ada yang mengatakan sebgai titisan daripada naga sementara yang lainya meyakini sebagai titisan Sanghyang Basuki, Dewa keselamatan. Ia berumur sangat panjang. Setelah selesai perang Bharatayudha, Baladewa menjadi pamong dan penasehat Prabu Parikesit, raja negara Hastinapura setelah mangkatnya Prabu Kalimataya atau Prabu Puntadewa. Ia bergelar Resi Balarama. Ia mati moksa setelah punahnya seluruh Wangsa Wresni.
Silsilah
============
Baladewa by wayang in Figur Mahabharata
Prabu Baladewa, wayang kulit purwa buatan Kaligesing,
koleksi Tembi Rumah Budaya (foto: Sartono)
Baladewa adalah anak Prabu Basudewa, raja Mandura dari Ibu yang bernama Dewi Mahendra. Ia mempunyai saudara kembar yang bernama Kresna. Walaupun lahir kembar Baladewa dan Kresna adiknya tidak sama. Baladewa berkulit putih bule, sedangkan Kresna berkulit hitam cemani. Selain kresna, Baladewa mempunyai adik wanita bernama Bratajaya atau Sumbadra.
Walaupun Baladewa terkenal sebagai raja yang mudah marah, ia jujur,
adil, dan tulus. Ia tidak sungkan-sungkan untuk meminta maaf atas
kesalahannya. Sejak kecil Baladewa dan ke dua adiknya diungsikan dan
disembunyikan di kademangan Widarakandang karena mendapat ancaman mau
dibunuh oleh Kangsadewa. Di kademangan Widarakandang Baladewa dan kedua
adiknya diasuh oleh Demang Antyagopa dan nyai Sagopi.koleksi Tembi Rumah Budaya (foto: Sartono)
Baladewa adalah anak Prabu Basudewa, raja Mandura dari Ibu yang bernama Dewi Mahendra. Ia mempunyai saudara kembar yang bernama Kresna. Walaupun lahir kembar Baladewa dan Kresna adiknya tidak sama. Baladewa berkulit putih bule, sedangkan Kresna berkulit hitam cemani. Selain kresna, Baladewa mempunyai adik wanita bernama Bratajaya atau Sumbadra.
Di dalam pengungsian, Baladewa remaja
yang bernama Kakrasana berguru kepada seorang resi jelmaan Batara Brama
di pertapaan Argasonya. Setelah selesai berguru Baladewa diberi pusaka
sakti yaitu senjata Nanggala yang berujud angkus, angkusa atau mata
bajak, dan Alugora berujud gada dengan kedua ujung yang runcing. Selain
itu Baladewa juga mendapat aji Jaladara yang dapat terbang dengan
kecepatan tinggi. Maka kemudian Kakrasana mendapat sebutan nama Wasi
Jaladara.
Baladewa beristeri Erawati anak Raja
Salya dari negara Mandaraka dan mempunyai dua anak laki-laki yaitu
Wisata dan Wimuna. Baladewa menjadi raja di Mandura menggantikan ayahnya
Prabu Basudewa
Nama lain dari Baladewa adalah Kakrasana, Karsana, Balarama, Wasi Jaladara, Curiganata.
Pada saat perang Baratayuda berlangsung,
Baladewa justru tidak terlibat sama sekali. Hal ini disebabkan karena
rekayasa Prabu Kresna. Baladewa sengaja diselamatkan oleh Kresna dari
kemungkinan buruk yang bakal menimpanya, yaitu dengan meminta Baladewa
bertapa di Grojogan sewu. Tujuannya agar Baladewa tidak mendengar suara
gemuruh perang, karena tertutup oleh suara air terjun. Baru ketika
perang Baratayuda sudah usai, Baladewa sadar bahwa ia ditipu oleh
adiknya. Baladewa meninggal dalam usia lanjut. Ia sempat menyaksikan
penobatan Prabu Parikesit menjadi raja Hastinapura. Baladewa wafat
menyusul Kresna adiknya yang terlebih dahulu muksa.
`[] biography babruwahana,...
Babruwahana adalah salah satu putera Arjuna, buah hatinya dengan
Chitrāngadā, puteri dari Manipur. Babruwahana diadopsi oleh kakeknya
dari Manipur dan menjadi Raja di sana. Pada masa pemerintahannya,
negaranya makmur dan kehidupannya dikelilingi oleh kejayaan.
Babruwahana membunuh ayahnya sendiri (Arjuna) pada saat Arjuna datang ke Manipur untuk upacara Aswamedha. Mengetahui bahwa ia telah melakukan dosa besar, ia berusaha untuk bunuh diri. Namun Ibu tirinya, Ulupi, mencegahnya dan menghidupkan kembali Arjuna dengan sebuah pusaka. Kejadian ini disebabkan oleh kutukan para Wasu karena Arjuna membunuh Bhisma (reinkarnasi salah satu Wasu) pada saat perang di Kurukshetra.
Babruwahana membunuh ayahnya sendiri (Arjuna) pada saat Arjuna datang ke Manipur untuk upacara Aswamedha. Mengetahui bahwa ia telah melakukan dosa besar, ia berusaha untuk bunuh diri. Namun Ibu tirinya, Ulupi, mencegahnya dan menghidupkan kembali Arjuna dengan sebuah pusaka. Kejadian ini disebabkan oleh kutukan para Wasu karena Arjuna membunuh Bhisma (reinkarnasi salah satu Wasu) pada saat perang di Kurukshetra.
`[] biography aswatama,...
Aswatama
Aswatama dalam sebuah lukisan India.
Tokoh dalam mitologi Hindu
Nama: Aswatama
Nama lain: Droniyana; Acaryanandana; Acaryaputra
Aksara Dewanagari: अश्वत्थामा; अश्वत्थामन्
Ejaan Sanskerta: Aśvatthāmā; Aśvatthāman
Muncul dalam kitab: Mahabharata, Purana
Kediaman: Hastinapura
Kasta: Ksatriya
Profesi: Kesatria
Senjata: Brahmastra
Dalam wiracarita Mahabharata, Aswatama (Sanskerta: अश्वत्थामा, Aśvatthāmā) atau Ashwatthaman (Sanskerta: अश्वत्थामन्, Aśvatthāman) adalah putra Drona dengan Krepi. Sebagai putra tunggal, Drona sangat menyayanginya. Ia juga merupakan salah satu dari tujuh Ciranjīwin, karena dikutuk untuk hidup selamanya tanpa memiliki rasa cinta. Saat perang di Kurukshetra berakhir, hanya ia bersama Kertawarma dan Krepa yang bertahan hidup. Oleh karena dipenuhi dendam atas kematian ayahnya, ia menyerbu kemah Pandawa saat tengah malam dan melakukan pembantaian membabi buta.
Kemunculan tokoh Aswatama jarang muncul dalam kitab Mahabharata. Kisahnya yang terkenal adalah pembunuhan terhadap lima putera Pandawa dan janin yang dikandung oleh Utari, istri Abimanyu. Janin tersebut berhasil dihidupkan kembali oleh Kresna, namun lima putera Pandawa tidak terselamatkan nyawanya
Masa muda dan pendidikan
Aswatama merupakan putera dari pasangan Bagawan Drona dengan Kripi, adik Krepa dari Hastinapura. Saat kecil keluarganya hidup misikin, namun mengalami perubahan setelah Drona diterima sebagai guru di istana Hastinapura. Ia mengenyam ilmu militer bersama dengan para pangeran Kuru, yaitu Korawa dan Pandawa. Kekuatannya hampir setara dengan Arjuna, terutama dalam ilmu memanah.
Pertempuran di Kurukshetra
Saat perang di antara Pandawa dan Korawa meletus, ia memihak kepada Korawa, sama dengan ayahnya, dan berteman dengan Duryodana. Untuk membangkitkan semangat pasukan Korawa setelah dipukul mundur, ia memanggil senjata Narayanastra yang dahsyat. Mengetahui hal tersebut, Kresna membuat sebuah taktik dan karenanya senjata itu berhasil diatasi. Ia juga memanggil senjata Agneyastra untuk menyerang Arjuna, namun berhasil ditumpas dengan senjata Brahmastra. Pertarungannya dengan Bima dalam Bharatayuddha berakhir secara “skakmat”.
Kabar angin yang salah mengenai kematiannya dalam perang di Kurukshetra membuat ayahnya meninggal di tangan pangeran Drestadyumna dari kerajaan Panchala. Aswatama yang menaruh dendam mendapat izin dari Duryodana untuk membunuh Drestadyumna secara brutal setelah perang berakhir secara resmi. Saat akhir peperangan, Aswatama berjanji kepada Duryodana bahwa ia akan membunuh Pandawa, dan menyerang kemah Pandawa saat tengah malam, namun karena kesalahan ia membunuh lima putera Pandawa dengan Dropadi (Pancawala).
Pandawa yang marah dengan perbuatan tersebut memburu Aswatama dan akhirnya ia bertarung dengan Arjuna. Saat pertarungan, Aswatama memanggil senjata ‘Brahmastra’ yang sangat dahsyat, yang dulu ingin ditukar dengan cakra milik Kresna namun tidak berhasil. Dengan senjata itu ia menyerang Arjuna dan Arjuna membalasnya dengan mengeluarkan senjata yang sama. Takut akan kehancuran dunia, Bhagawan Byasa menyuruh agar kedua kesatria tersebut menarik senjatanya kembali. Sementara Arjuna berhasil melakukannya, Aswatama (yang mungkin kurang pintar) tidak bisa melakukannya dan diberi pilihan agar senjata menyerang target lain untuk dihancurkan. Dengan rasa dendam, Aswatama mengarahkan senjata menuju rahim para wanita di keluarga Pandawa. Di antara mereka adalah Utara, menantu Arjuna.
Kutukan bagi Aswatama
Setelah Aswatama mengarahkan Brahmastra menuju perut Utara yang sedang mengandung, senjata itu berhasil membakar janin Utara, namun Kresna menghidupkannya lagi dan mengutuk Aswatama agar menderita kusta dan mengembara di bumi selama 6.000 tahun sebagai orang buangan tanpa rasa kasih sayang. Dalam versi lain, dipercaya bahwa ia dikutuk agar terus hidup sampai akhir zaman Kaliyuga. Legenda mengatakan bahwa Aswatama pergi mengembara ke daerah yang sekarang dikenal sebagai semenanjung Arab. Ada juga legenda yang mengatakan bahwa Aswatama masih mengembara di dunia dalam wujud badai dan angin topan. Sebuah benteng kuno di dekat Burhanpur, India, yang dikenal dengan Asirgarh memiliki kuil Siwa di puncaknya. Konon setiap subuh, Aswatama mengunjungi kuil tersebut untuk mempersembahkan bunga mawar merah. Masyarakat yang tinggal di sekitar benteng mencoba untuk menyaksikannya namun tidak pernah berhasil. Konon orang yang bisa menyaksikannya akan menjadi buta atau kehilangan suaranya. Di Gujarat, India, ada Taman Nasional Hutan Gir yang dipercaya sebagai tempat Aswatama mengembara dan konon ia masih hidup di sana sebagai seorang Chiranjiwin.
Menurut legenda, Aswatama menyerahkan batu permata berharga (Mani) yang terletak di dahinya, yaitu permata yang membuatnya tidak takut terhadap segala senjata, penyakit, atau rasa lapar, dan membuatnya tak takut terhadap para Dewa, danawa, dan naga.
Aswatama dalam pewayangan Jawa
Sosok Aswatama versi pewayangan Jawa.
Riwayat hidup Aswatama dalam pewayangan Jawa memiliki beberapa perbedaan dengan kisah aslinya dari kitab Mahabharata yang berasal dari Tanah Hindu, yaitu India, dan berbahasa Sanskerta. Beberapa perbedaan tersebut meliputi nama tokoh, lokasi, dan kejadian. Namun perbedaan tersebut tidak terlalu besar sebab inti ceritanya sama.
Riwayat
Aswatama adalah putra Bhagawan Drona alias Resi Drona dengan Dewi Kripi, puteri Prabu Purungaji dari negara Tempuru. Ia berambut dan bertelapak kaki kuda karena ketika awal mengandung dirinya, Dewi Krepi sedang beralih rupa menjadi kuda sembrani, dalam upaya menolong Bambang Kumbayana (Resi Drona) terbang menyeberangi lautan. Aswatama berasal dari padepokan Sokalima dan seperti ayahnya, ia memihak para Korawa saat perang Bharatayuddha. Ketika ayahnya menjadi guru Keluarga Pandawa dan Korawa di Hastinapura, Aswatama ikut serta dalam mengikuti pendidikan ilmu olah keprajuritan. Ia memiliki sifat pemberani, cerdik dan pandai mempergunakan segala macam senjata. Dari ayahnya, Aswatama mendapat pusaka yang sangat sakti berupa panah bernama Panah Cundamanik.
Aswatama Gugat
Pada perang Bharatayuddha, Drona gugur karena terkena siasat oleh para Pandawa. Mereka berbohong bahwa Aswatama telah gugur, tetapi yang dimaksud bukan Aswatama manusia, melainkan seekor gajah yang bernama Hestitama (Hesti berarti “Gajah”) namun terdengar seperti Aswatama. Lalu Drona menjadi putus asa setelah ia menanyakan kebenaran kabar tersebut kepada Yudistira yang dikenal tak pernah berbohong. Aswatama merasa kecewa dengan sikap Duryodana yang terlalu membela Salya yang dituduhnya sebagai penyebab gugurnya Karna. Aswatama memutuskan untuk mundur dari perang Bharatayudha. Setelah Perang Bharatayuda berakhir dan keluarga Pandawa pindah dari Amarta ke Hastinapura, secara bersembunyi Aswatama masuk menyelundup ke dalam istana Hastinapura. Ia berhasil membunuh Drestadyumna (pembunuh ayahnya), Pancawala (putera Puntadewa alias Yudistira), Banowati (Janda Duryodana) dan Srikandi. Diceritakan bahwa akhirnya ia mati oleh Bima, karena badannya hancur dipukul Gada Rujakpala.
Aswatama dalam sebuah lukisan India.
Tokoh dalam mitologi Hindu
Nama: Aswatama
Nama lain: Droniyana; Acaryanandana; Acaryaputra
Aksara Dewanagari: अश्वत्थामा; अश्वत्थामन्
Ejaan Sanskerta: Aśvatthāmā; Aśvatthāman
Muncul dalam kitab: Mahabharata, Purana
Kediaman: Hastinapura
Kasta: Ksatriya
Profesi: Kesatria
Senjata: Brahmastra
Dalam wiracarita Mahabharata, Aswatama (Sanskerta: अश्वत्थामा, Aśvatthāmā) atau Ashwatthaman (Sanskerta: अश्वत्थामन्, Aśvatthāman) adalah putra Drona dengan Krepi. Sebagai putra tunggal, Drona sangat menyayanginya. Ia juga merupakan salah satu dari tujuh Ciranjīwin, karena dikutuk untuk hidup selamanya tanpa memiliki rasa cinta. Saat perang di Kurukshetra berakhir, hanya ia bersama Kertawarma dan Krepa yang bertahan hidup. Oleh karena dipenuhi dendam atas kematian ayahnya, ia menyerbu kemah Pandawa saat tengah malam dan melakukan pembantaian membabi buta.
Kemunculan tokoh Aswatama jarang muncul dalam kitab Mahabharata. Kisahnya yang terkenal adalah pembunuhan terhadap lima putera Pandawa dan janin yang dikandung oleh Utari, istri Abimanyu. Janin tersebut berhasil dihidupkan kembali oleh Kresna, namun lima putera Pandawa tidak terselamatkan nyawanya
Masa muda dan pendidikan
Aswatama merupakan putera dari pasangan Bagawan Drona dengan Kripi, adik Krepa dari Hastinapura. Saat kecil keluarganya hidup misikin, namun mengalami perubahan setelah Drona diterima sebagai guru di istana Hastinapura. Ia mengenyam ilmu militer bersama dengan para pangeran Kuru, yaitu Korawa dan Pandawa. Kekuatannya hampir setara dengan Arjuna, terutama dalam ilmu memanah.
Pertempuran di Kurukshetra
Saat perang di antara Pandawa dan Korawa meletus, ia memihak kepada Korawa, sama dengan ayahnya, dan berteman dengan Duryodana. Untuk membangkitkan semangat pasukan Korawa setelah dipukul mundur, ia memanggil senjata Narayanastra yang dahsyat. Mengetahui hal tersebut, Kresna membuat sebuah taktik dan karenanya senjata itu berhasil diatasi. Ia juga memanggil senjata Agneyastra untuk menyerang Arjuna, namun berhasil ditumpas dengan senjata Brahmastra. Pertarungannya dengan Bima dalam Bharatayuddha berakhir secara “skakmat”.
Kabar angin yang salah mengenai kematiannya dalam perang di Kurukshetra membuat ayahnya meninggal di tangan pangeran Drestadyumna dari kerajaan Panchala. Aswatama yang menaruh dendam mendapat izin dari Duryodana untuk membunuh Drestadyumna secara brutal setelah perang berakhir secara resmi. Saat akhir peperangan, Aswatama berjanji kepada Duryodana bahwa ia akan membunuh Pandawa, dan menyerang kemah Pandawa saat tengah malam, namun karena kesalahan ia membunuh lima putera Pandawa dengan Dropadi (Pancawala).
Pandawa yang marah dengan perbuatan tersebut memburu Aswatama dan akhirnya ia bertarung dengan Arjuna. Saat pertarungan, Aswatama memanggil senjata ‘Brahmastra’ yang sangat dahsyat, yang dulu ingin ditukar dengan cakra milik Kresna namun tidak berhasil. Dengan senjata itu ia menyerang Arjuna dan Arjuna membalasnya dengan mengeluarkan senjata yang sama. Takut akan kehancuran dunia, Bhagawan Byasa menyuruh agar kedua kesatria tersebut menarik senjatanya kembali. Sementara Arjuna berhasil melakukannya, Aswatama (yang mungkin kurang pintar) tidak bisa melakukannya dan diberi pilihan agar senjata menyerang target lain untuk dihancurkan. Dengan rasa dendam, Aswatama mengarahkan senjata menuju rahim para wanita di keluarga Pandawa. Di antara mereka adalah Utara, menantu Arjuna.
Kutukan bagi Aswatama
Setelah Aswatama mengarahkan Brahmastra menuju perut Utara yang sedang mengandung, senjata itu berhasil membakar janin Utara, namun Kresna menghidupkannya lagi dan mengutuk Aswatama agar menderita kusta dan mengembara di bumi selama 6.000 tahun sebagai orang buangan tanpa rasa kasih sayang. Dalam versi lain, dipercaya bahwa ia dikutuk agar terus hidup sampai akhir zaman Kaliyuga. Legenda mengatakan bahwa Aswatama pergi mengembara ke daerah yang sekarang dikenal sebagai semenanjung Arab. Ada juga legenda yang mengatakan bahwa Aswatama masih mengembara di dunia dalam wujud badai dan angin topan. Sebuah benteng kuno di dekat Burhanpur, India, yang dikenal dengan Asirgarh memiliki kuil Siwa di puncaknya. Konon setiap subuh, Aswatama mengunjungi kuil tersebut untuk mempersembahkan bunga mawar merah. Masyarakat yang tinggal di sekitar benteng mencoba untuk menyaksikannya namun tidak pernah berhasil. Konon orang yang bisa menyaksikannya akan menjadi buta atau kehilangan suaranya. Di Gujarat, India, ada Taman Nasional Hutan Gir yang dipercaya sebagai tempat Aswatama mengembara dan konon ia masih hidup di sana sebagai seorang Chiranjiwin.
Menurut legenda, Aswatama menyerahkan batu permata berharga (Mani) yang terletak di dahinya, yaitu permata yang membuatnya tidak takut terhadap segala senjata, penyakit, atau rasa lapar, dan membuatnya tak takut terhadap para Dewa, danawa, dan naga.
Aswatama dalam pewayangan Jawa
Sosok Aswatama versi pewayangan Jawa.
Riwayat hidup Aswatama dalam pewayangan Jawa memiliki beberapa perbedaan dengan kisah aslinya dari kitab Mahabharata yang berasal dari Tanah Hindu, yaitu India, dan berbahasa Sanskerta. Beberapa perbedaan tersebut meliputi nama tokoh, lokasi, dan kejadian. Namun perbedaan tersebut tidak terlalu besar sebab inti ceritanya sama.
Riwayat
Aswatama adalah putra Bhagawan Drona alias Resi Drona dengan Dewi Kripi, puteri Prabu Purungaji dari negara Tempuru. Ia berambut dan bertelapak kaki kuda karena ketika awal mengandung dirinya, Dewi Krepi sedang beralih rupa menjadi kuda sembrani, dalam upaya menolong Bambang Kumbayana (Resi Drona) terbang menyeberangi lautan. Aswatama berasal dari padepokan Sokalima dan seperti ayahnya, ia memihak para Korawa saat perang Bharatayuddha. Ketika ayahnya menjadi guru Keluarga Pandawa dan Korawa di Hastinapura, Aswatama ikut serta dalam mengikuti pendidikan ilmu olah keprajuritan. Ia memiliki sifat pemberani, cerdik dan pandai mempergunakan segala macam senjata. Dari ayahnya, Aswatama mendapat pusaka yang sangat sakti berupa panah bernama Panah Cundamanik.
Aswatama Gugat
Pada perang Bharatayuddha, Drona gugur karena terkena siasat oleh para Pandawa. Mereka berbohong bahwa Aswatama telah gugur, tetapi yang dimaksud bukan Aswatama manusia, melainkan seekor gajah yang bernama Hestitama (Hesti berarti “Gajah”) namun terdengar seperti Aswatama. Lalu Drona menjadi putus asa setelah ia menanyakan kebenaran kabar tersebut kepada Yudistira yang dikenal tak pernah berbohong. Aswatama merasa kecewa dengan sikap Duryodana yang terlalu membela Salya yang dituduhnya sebagai penyebab gugurnya Karna. Aswatama memutuskan untuk mundur dari perang Bharatayudha. Setelah Perang Bharatayuda berakhir dan keluarga Pandawa pindah dari Amarta ke Hastinapura, secara bersembunyi Aswatama masuk menyelundup ke dalam istana Hastinapura. Ia berhasil membunuh Drestadyumna (pembunuh ayahnya), Pancawala (putera Puntadewa alias Yudistira), Banowati (Janda Duryodana) dan Srikandi. Diceritakan bahwa akhirnya ia mati oleh Bima, karena badannya hancur dipukul Gada Rujakpala.
Langganan:
Postingan (Atom)